A.
Pengertian
Pada KUHAP, alat bukti surat disebutkan
dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP tentang macam-macam alat bukti[1]
dan Pasal 187 KUHAP. Dalam kedua pasal tersebut tidak disebutkan pengertian
tentang apa itu alat bukti surat. Namun, disini penulis mengambil pengertian
“surat” dari Asser-Anema. Alat bukti surat adalah “ Surat-surat ialah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca
yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.”[2]
B. Syarat-syarat
Surat yang dapat dinilai sebagai alat
bukti yang sah menurut undang-undang ialah :
- Surat
yang dibuat atas sumpah jabatan; atau
- Surat
yang dikuatkan dengan sumpah.[3]
Menurut Pasal 187 ayat (1) – (4) KUHAP,
bentuk-bentuk surat yang dapat dianggap mempunyai nilai sebagai alat bukti
adalah :[4]
- Berita
acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang
kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat, atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangan
itu;
- Surat
yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau
sesuatu keadaan;[5]
(Ijazah)
Jenis surat ini boleh dikatakan hampir
meliputi segala jenis surat yang dibuat oleh aparat pengelola administrasi dan
kebijaksanaan eksekutif. Mulai dari surat izin bangunan, surat izin ekspor atau
impor, paspor, surat izin mengendarai, kartu penduduk, surat tanda lahir, dan
sebagainya. Semua surat ini dapat bernilai sebagai alat bukti surat.[6]
- Surat
keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
Hal ini melahirkan dua (2) alat bukti, yaitu :
·
Surat yang diberikan langsung di depan
sidang disebut keterangan ahli.
·
Surat yang tidak diberikan di depan
sidang disebut surat.
- Surat
lain yang hanya berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
Sedangkan menurut pendapat dari M. Yahya
Harahap nilai kekuatan pembuktian surat
dapat dibagi menjadi dua (2), yaitu :
i. Dari
segi formal
Dari segi formal, alat bukti surat yang
disebut dalam Pasal 187 ayat (1), (2), (3) KUHAP adalah alat bukti yang
sempurna. Sebab bentuk surat-surat yang disebut didalamnya dibuat secara resmi
menurut formalitas yang di tentukan peraturan perundang-undangan.
ii. Dari
segi materiil
Dari segi materiil, alat bukti
suratbbuakan alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai
kekuatan pembuktiannya adalah bebas.
C. Doktrin
Menurut Andi Hamzah[7],
dalam KUHAP ada beberapa hal yang tidak dijelaskan antara lain tentang hubungan
alat bukti surat dalam hukum perdata dan pidana. Dalam HIR dan Ned. Sv. lama
ditentukan bahwa ketentuan tentang kekuatan pembuktian dari surat-surat umum
maupun surat-surat khusus di dalam hukum acara perdata berlaku juga di dalam
penilaian hukum acara pidana tentang kekuatan bukti surat-surat. Tetapi dalam
Ned. Sv. yang baru tidak diatur lagi hal yang demikian. Kepada hakimlah
dimintai kecermatan dalam mempertimbangkan bukti berupa surat.
Menurut pendapat Andi Hamzah, karena KUHAP
juga tidak mengatur hal yang demikian, maka sesuai dengan jiwa KUHAP, kepada
hakimlah diserahkan pertimbangan tersebut. Dalam hal ini hanya akta autentik yang dapat dipertimbangkan,
sedangkan surat dibawah tangan seperti dalam hukum perdata tidak dipakai lagi
dalam hukum acara pidana.
Tetapi selaras dengan dengan bunyi Pasal
187 ayat (4) KUHAP, maka menurut pendapat Andi Hamzah, surat dibawah tangan
masih mempunyai nilai jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang
lain.
Sedangkan menurut pendapat Prof. Noyon,
bahwa alat pembuktian lain itu dapat saja berupa surat di bawah tangan atau
berupa onder handse geschrift.[8]
Tentang hal tersebut berkatalah Prof. van
Bemmelen, menurut hemat saya, hal tersebut adalah mungkin asalkan surat-surat
itu secara timbal balik memberikan jaminan tentang kebenaran dari penanda
tangan dan penulisan tanggal yang tertera dalam surat-surat tersebut. Adalah
sudah jelas bahwa mengenai hal tersebut hakim harus memperoleh penjelasan dari
para saksi dan para ahli.[9]
[1] Alat bukti yang sah ialah :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c.
Surat;
d. Petunjuk;
e.
Keterangan
terdakwa. (Pasal 184 KUHAP)
[2] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta:
Sinar Grafika. 2008, hlm. 276
[3]
M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan
dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika. 2000. Hlm. 306
[4]
Lihat Pasal 187 ayat (1) – (4) KUHAP
[5] Yang dimaksud surat yang dibuat
oleh pejabat, termasuk surat yang dikeluarkan oleh suatu majelis yang berwenang
untuk itu. (Penjelasan Pasal 187 ayat (2) KUHAP)
[6]
M. Yahya Harahap. Pembahasan ... .Op.
Cit. hlm. 307
[7]
Lihat Buku Hukum Acara Pidana
karangan Andi Hamzah tentang Alat bukti Surat hlm. 275-276
[8]
P.A.F. Laminatang. Pembahasan KUHAP
menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi. Jakarta: Sinar
Grafika. 2010. Hlm. 426-427
[9]
Prof. van Bemmelen berkata, Ook mi is dit wel mogelijk, indien deze
geschriften in onderlng verband een waarborg voor derzelver juistheid van
ondertekening en datering opleveren. Al heel licht zal echter juist daarover de
rechter zich door getuigen en deskundingen laten voorlichten1)
HANYA SEKALI KLIK, ANDA BISA SUKSES BERBISNIS DI INTERNET
Tidak ada komentar:
Posting Komentar