BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, dalam perkembangan
transaksi keuangan melalui perbankan menjadi sarana yang sangat efektif di
kalangan masyarakat. Dengan berbagai kemudahan dan fasilitas yang di tawarkan
oleh pihak perbankan, masyarakat merasa sangat terbantu dalam hal transaksi
keuangan. Namun demikian, transaksi keuangan yang ditujukan untuk memudahkan
kegiatan perekonomian masyarakat pada akhir-akhir ini sering di salahgunakan.
Penyalahgunaan transaksi keuangan melalui perbangkan ini salah satunya adalah
Tindak Pidana Pencucian Uang/TPPU.
Pencucian uang sendiri termasuk salah
satu tindak pidana, adapun pengertian pencucian uang itu sendiri adalah segala
perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana[1].
Karena tindak pidana pencucian uang ini sangat merugikan, baik untuk masyarakat
umum maupun negara maka, dibentuklah sebuah lembaga independen yang bertugas
mencegah dan memberantas tindak pidan pencucian uang yaitu PPATK. PPATK sendiri
adalah singkatan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Taransaksi Keuangan.
Latar belakang dibentuknya PPATK
(Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan) ini adalah memang dimaksudkan dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Sehingga PPATK
mempunyai peranan yang sangat penting dan sangat strategis dalam hal ini, lalu
bagaimana peran PPATK dalam pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang/TPPU ? Hal ini dirasa sangat penting untuk di kaji karena dalam
hal tindak pidana pencucian uang tidak hanya merugikan atau mengancam
stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan, tetapi juga mengancam
atau membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
peranan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan/PPATK dalam mencegah
dan memberantas tindak pidana pencucian uang ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PPATK
Pusat Pelaporan dan Analisi Transaksi
Keuangan atau yang lebih di kenal dengan PPATK adalah lembaga independen yang
dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.[2]
Lembaga ini di latar belakangi permasalahan transaksi keuangan yang acap kali
sering di salah gunakan oleh beberapa pihak dalam meraih keuntungan pribadi
atau kelompok. Sehingga, dirasa perlu dibetntuk sebuah lembaga yang indepnden
yang tugas pokoknya mengawasi dan memberantas penyalahgunaan transaksi
keuangan.
Transaksi keuang itu sendiri menurut
UU no. 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang adalah transaksi untuk melakukan atau menerima penempatan,
penyetoran, penarikan, pemindah bukuan, pentransferan, pembayaran, hibah,
sumbangan, penitipan dan/atau penukaran atas sejumlah uang atau tindakan
dan/atau kegiatan lain yang berhubungan dengan uang.[3]
Dalam sejarahnya PPATK sendiri pada
tanggal 17 April 2002, bersamaan dengan disahkanya Undang-Undang No. 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Secara umum keberadaan lembaga ini
dimaksudkan sebagai upaya Indonesia untuk ikut serta bersama dengan
negara-negara lain dalam memberantas kejahatan lintas negara, terutamamnya
adalah tindak pencucian uang.[4]
Sebelum PPATK beroperasi secara penuh
sejak 18 Oktober 2003, tugas dan wewenang PPATK yang berkaitan dengan penerimaan dan analisis
transaksi keuangan mencurigakan di sektor perbankan, dilakukan oleh Unit Khusus
Investigasi Perbankan Bank Indonesia (UKIP-BI). Selanjutnya dengan penyerahan
dokumen transaksi keuangan mencurigakan dan dokumen pendukung lainnya yang
dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2003, maka tugas dan wewenang dimaksud
sepenuhnya beralih ke PPATK.
Dalam perkembangannya, tugas dan
kewenangan PPATK seperti tercantum dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 telah ditambahkan termasuk penataan kembali
kelembagaan PPATK pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang disahkan dan diundangkan pada
tanggal 22 Oktober 2010.[5]
B.
TUGAS FUNGSI DAN KEWENANGAN PPATK
Mengenai fungsi dan tugas PPATK
sendiri sesungguhanya sudah di atur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Dimana tugas pokok PPATK adalah memberantas
dan mencegah tindak pidana pencucian uang. Dilihat dari tugas PPATK ini maka
dapat kita bagi dua, pencegahan dan pemberantasan.
Dalam menjalankan tugas PPATK
tersebut, maka PPATK juga memiliki fungsi-fungsi yang menjadi acuan dalam
menjalankan tugasnya, yang tertuang dalam pasal 40 Undang-undang No.8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu :
Pasal 40
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 39, PPATK
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a.
Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang
b.
Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh
PPATK
c.
Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor, dan
d.
Analisis atau pmeriksaan laporan dan informasi
transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau
tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1)[6]
Dalam fungsi PPATK sesuai dengan pasal
40 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU, PPATK mempunyai empat (4)
fungsi, dimana dalam setiap fungsi tersebut PPATK juga mempunyai kewenangan.
Dalam fungsi PPATK dalam pasal 40
huruf a UU TPPU, PPATK mempunyai kewenangan anatara lain :
a. Meminta dan mendapatkan data dan informasi dari
instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola
datadan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta
yang menerima laporan dari profesi tertentu
b. Menetapkan pedoman identifikasi transaksi keuangan
mencurigakan
c. Mengkordinasikan upaya pencegahan tindak pidana
pencucian uang dengan instansi terkait
d. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai
upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang
e. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam
organisasi dan forum internasional yang berkaitan pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang
f. Menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan
anti pencucian uang
g. Menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang
Dalam fungsi PPATK dalam pasal 40
huruf b UU TPPU, PPATK mempunyai kewenangan dalam menyelenggarakan sistem
informasi, seperti yang tertuang dalam pasl 42 UU TPPU. Sedangkan dalam
menjalankan fungsi pasal 40 huruf c, PPATK berwenang untuk :
a. Menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara
pelaporan bagi pihak pelapor
b. Menetapkan kategori pengguna jasa yang berpotensi
melakukan tindak pidana pencucian uang
c. Melakukan audit kepatuhan dan audit khusus
d. Menyampaikan informasi dari hasil audit kepada
lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pihak pelapor
e. Memberikan peringatan kepada pihak pelapor yang
melanggar kewajiban pelaporan
f. Merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang
mencabut izin usaha pihak pelapor, dan
g. Menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali
pengguna jasa bagi pihak pelapor yang tidak memiliki lembaga pengawas dan
pengatur.
Sedangkan dalam menjalankan fungsi
pasal 40 huruf d PPATK meiliki kewenagan sebagaimana dalam pasal 44, yaitu :
a. Meminta dan menerima laporan dan informasi dari
pihak pelapor
b. Meminta informasi kepada instansi atau pihak yang
terkait
c. Meminta informasi kepada pihak pelapor berdasarkan
pengembangan hasil analisis PPATK
d. Meminta informasi kepda pihak pelapor berdasarkan
permintaan dari instansi penegak hukum atau mitra kerja di luar negeri
e. Meneruskan informasi dan/atau hasil analisis
kepada instansi peminta, baik di dalam maupun luar negeri
f. Menerima laporan dan/atau informasi dari
masyarakat mengenai adanya dugaan tindak pidana pencucian uang
g. Meminta keterangan kepada pihak pelapor dan pihak
lain yang terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uanga
h. Merekomendasikan kepada instansi pengak hukum
mengenai pentingnya melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
i.
Meminta
penyedia jasa keuangan untuk menghentikan sementara seluruh atau sebagian
transaksi yang diketahui atau dicurigai merupakan hasil tindak pidana
j.
Meminta
informasi perkembangan penyelidikan yang dilakukan oleh penyidik tindak pidana
asal dan tindak pidana pencucian uang
k. Mengadakan kegiatan adminstratif lain dalam
lingkup tugas dan tanggung jawab sesuai dengan ketentuan undang-undang ini, dan
l.
Meneruskan
hasil analisis atau pemeriksaan kepada penyidik
C.
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
a.
Pengertian pencucian uang
Pencucian uang atau yang sering
disebut money loundering sekarang
mulai di kaji dalam berbagai literatur-literatur. Hal ini disebabkan karena
tindak pidana pencucian uang, yang khsusnya di Indonesia akan sangat mengancam
stabilitas perekonomian nasional dan integritas sistem keuangan, juga dapat
membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Adapun pencucian uang itu sendiri
adalah suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari tindak
pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal
dari kegiatan yang sah.[7]
Memang istilah pencucian uang berasal dari
bahasa inggris, yakni money loundering.
Apa yang dimaksud dengan money
loaundring, memang tidak ada definisi yang universal karena dalam
pendefinisianya di berbagai negara berbeda-beda disesuaikan dengan prioritas
dari setiap negara. Namun para ahli hukum Indonesia telah sepakat mengartikan money loundring dengan pencucian uang.
Pengertian pencucian uang telah banyak
dikemukakan oleh para ahli hukum. Menurut Welling, pencucian uang adalah :
“the process by which one conceals the existence, illegal source, or
illegal application of income, and then diguises that income to make it appear
legitimate”[8]
Frasser mengungkapkan bahwa :
Money
loundering is quite simply the process trough which “dirty” money as proceeds
of crime is washed through “clean” or legitimate sources and enterprises so
that the “bad guys” may more safely enjoy their ill-gotten gains[9]
Dengan
berbagai pengertian di atas, maka dapat kita ambil kesimpulan bahwa pencucian
uang adalah usaha yang di lakukan oleh seseorang atau beberapa orang terhadap
uang hasil kejahatanya, dengan maksud menyembunyikan asal-usul uang tersebut
dari pemerintah atau otoritas yang berwenang, sehingga pelaku kejahatan
tersebut dapat memanfaatkan uang hasil tindak kejahatannya secara leluasa
karena sudah di anggap sah atau legal.
b.
Objek pencucian uang
Pencucian uang dimulai dengan adanya
uang haram atau uang yang cara mendapatkanya tidak sesuai dengan kaidah hukum
yang ada. Hal ini dapat terjadi dengan dua cara:
1. Melalui pengelakan pajak (tax evasion), ialah
memperoleh uang secara legal, namun jumlah yang dilaporkan kepada pemerintah
untuk keperluan perhitungan pajak lebih sedikit daripada yang sebenarnya.
2. Memperoleh uang dengan cara-cara melanggar hukum,
hal ini terjadi ketika ada penjahat yang berusaha untuk menyembunyikan uangnya
dari tindakan kejahatan, sehingga nantinya uang tersebut di anggap sah di muka
hukum, atau legal.[10]
Dengan demikian yang menjadi objek
utama dalam pencucian uang ini adalah uang itu sendiri, diamana uang tersebut
yang pada awalnya adalah haram dengan usaha-usaha oleh para penjahat menjadi
halal.
c.
Tahap-tahap dalam pencucian uang
Secara umum ada beberapa tahapan dalam
melakukan tindak pidana pencucian uang, yaitu [11]:
1.
Palacement
Tahap
ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut mendepositokan uang
haram tersebut ke dalam sistem keuangan (financial syistem). Karena uang
tersebut sudah masuk ke dalam sistem keuangan perbankan, maka uang tersebut
juga masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan. Oleh karena itu,
uang yang sudah masuk ke dalam bank dapat dipindahkan ke bank yang lain, baik
di negara tersebut maupun di negara lain, maka uang tersebut tidak hanya masuk
sistem keuangan negara yang bersangkutan, namun juga masuk ke dalam sistem
keuangan global atau internasional. Jadi palacement adalah uapaya untuk
memasukan uang hasil tindak kejahatan ke dalam sistem keuangan perbangkan,
negara yang bersangkutan bahkan ke dalam sistem keuangan global atau internasional.
2.
Layering
Layering
adalah memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya, yaitu tindak pidananya
melalui beberapa tahap transaksi keuangan untuk menyembunyikan atau menyamarkan
asal-usul dana. Dalam kegiatan ini terdapat proses pemindahaan dana dari beberapa
rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil dari palacement ke tempat lain
melalui serangkaian transaksi yang kompleks dan di desain untuk menyamarkan dan
menghilangkan jejak sumber dana tersebut.Jadi dalam layering, pekerjaan dari
pihak pencuci uang belum berakhir dengan
di tempatkanya uang tersebut ke dalam sistem keuangan dengan melakukan
palacement.
Dengan
“layering” dimaksudkan “separating illict
proceeds from their source by creating complex layers of financial transaction
designed to disguise the audit trail and provide anonymity” hubungan antara
palacement dengan layering adalah jelas. Setiap prosedur palacement yang
berarti mengubah lokasi fisik atau sifat yang haram dari uang itu juga adalah
salah satu bentuk layering.
3.
Integration
Integration
adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk
dinikmati langsung, di investasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material
maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, ataupun
untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. Dalam melakukan pencucian uang,
pelaku tidak terlalu mempertimangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya
biaya yang harus dikeluarkan, karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan
atau menghilangkan asal-usul uang sehingga hasilnya akan dinikmati secara aman
dan nyaman. Jadi dalam integration, begitu uang itu berhasil di upayakan proses
pencucian uangnya melalui cara layering, maka tahap selanjutnya adalah
menggunakan uang yang sudah menjadi uang halal untuk kegiatan baik yang masih
masuk dalam tindakan kejahatan maupun tidak.
Namun,
berbeda dengan tahapan pencucian uang dalam gambaran umum di atas, Anwar
Nasution juga menjelaskan ada beberapa faktor yang dilakukan dalam proses
pencucian uang.[12]pertama, merahasiakan
siapa pemilik yang sebenarnya maupun sumber uang hasil kejahatan itu. Kedua,
mengubah bentuknya sehingga mudah di bawa kemana-mana, ketiga, merahasikan
proses pencucian uang sehingga menyulitkan penyidikan oleh para penegak hukum,
dan keempat, mudah di awasi oleh pemilik uang atau kekayaan yang sebenarnya.
d.
Dampak kejahatan pencucian uang
Kegiatan pencucian uang yang dilakukan
memang mendapat banyak kerugian, baik itu menimpa masyarakat, negara dan sistem
perekonomian itu sendiri. Oleh karena itu banyak negara yang berusaha untuk
memerangi atau memberantas money laundry atau pencucian uang ini. Adapun dampak
yang ditimbulkan tindak pidana pencucian uang ini terhadap masyarakat antara
lain :[13]
1. Pencucian uang memungkinkan para penjual dan
pengedar narkoba, para penyelundup dan para penjahat lainya untuk dapat
memperluas kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan hukum
untuk memberantasnya.
2. Kegiatan pencucian uang mempunyai potensi untuk
merongrong keuangan masyarakat sebagai akibat sedemikan besarnya jumlah uang
yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk melakukan korupsi
meningkat bersamaan dengan peredaran jumlah uang haram yang sangat besar.
3. Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah
dari pajak dan secara tidak langsung merugikan para pembayar pajak yang jujur
dan mengurangi kesempatan kerja yang sah.
Melihat gambaran di atas sungguh
sangat memperihatinkan bahwa, bila tindak pidana pencucian uang ini terus di
biarkan saja akan membuat perekonomian masyarakat menjadi kacau balau,
mengancam stabilitas perekonomian dan integritas sistem kuangan, dan juga dapat
membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
D.
PERAN PPATK DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TPPU
Dalam pemberantasan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang,
yang pada khususnay di Indonesia tidak terlepas dari PPATK. PPATK sendiri
adalah sebuah lembaga independen yang terbentuk bersamaan dengan Undang-Undang
No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
PPATK memiliki peranan yang sangat
strategis dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang, karena hal ini meruapakan tugas
utama dari PPATK itu sendiri. Karena tugas ini di amanatkan dalam Undang-Undang
No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang.
Berkaitan dengan tugas PPATK yang
sedemikin rupa, maka PPATK jug mempunyai fungsi dan wewnang dalam menujang
tugas pokonya, yaitu pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Dalam fungsinya PPATK mempunysi empat fungsi :
1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang
2. pengelolaan data dan informasi yang di peroleh
PPATK
3. pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor, dan
4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi
transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau
tindak pidana lain
Dari ke empat fungsi
di atas memang dapat di golongkan atau dibagi, pertama adalah pencegahan dan
kedua adalah pemberantasan atau prefentif dan reprsif. Dalam kaitanya dengan
preventif atau pencegahan PPATK di berikan kewenangan dalam meberikan
pendidikan dan sosialisasi mengenai tindak pidana pencucian uang dan
wewnang-wewnang lainya. Lalu dalam tindakan represif PPATK berwenang menindak
transaksi keuangan yang terindikasi melakukan tindak pidana pencucian uang.
Berarti disini PPATK berusaha mencari dan mengolah data dalam transaksi
keuangan.
BAB III
KESIMPULAN
Melihat dari kajian di atas maka,
sekilas kita dapat menarik kesimpulan bahwa peran PPATK dalam pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang sangatlah penting, terutama karena
PPATK memiliki tugas pokok tersebut, seperti yang telah diamanatkal oleh
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010, dimana PPATK memiliki emapat fungsi yaitu :
1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang
2. pengelolaan data dan informasi yang di peroleh
PPATK
3. pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor, dan
4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi
transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau
tindak pidana lain
SARAN
Dalam kajian di atas maka penuli berusaha
memberikan saran adalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
uang, antara lain :
1. bagi PPATK yang menjadi ujung tombak dalam
pemberantasan tindak pidana pencucian uang sebaikanya, harus menjaga
konsistensi.
2. Bagi masyarakat, jangan terlalu mengandalkan PPATK
sebagai lemabaga kahusus yang memberantas tndak pidana pencucian uang,
seharusnya masyarakat berperan aktif dalam pemberantasan dan pencegahan tindak
pidana pencucian uang.
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 8 Tahun 2010 tentang pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi
Sutedi, Adrian SH. MH. Hukum Perbankan
Suatu Tinjauan Pencucian Uang, merger, likuidasi, dan kepailitan, 2006 Sinar Grafika, Jakarta
Sarah N. Welling. Smurf, money loundring
and the united states criminal federal law dalam bernt fisse &david
frasser.(syidney : the law book company limited, 1992)
David Frasser, lawyer, Guns and Money, economics
and ideology on the moneytrail
[5] Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor
8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, Lembaran Negara RI Tahun 2010 No. 122 dan Tambahan Lembaran Negara RI No.
5164
[7] Sutedi, Adrian SH. MH.
Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, merger, likuidasi, dan
kepailitan, 2006 Sinar Grafika, Jakarta
[8] Sarah N. Welling. Smurf,
money loundring and the united states criminal federal law dalam bernt fisse
&david frasser.(syidney : the law book company limited, 1992) hlm 201
[10] Sutedi, Adrian SH. MH.
Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, merger, likuidasi, dan
kepailitan, 2006 Sinar Grafika, Jakarta,
hlm 22
[12] Anwar Nasution “ Sistem
keuangan dan proses money laoundry” dalam jurnal hukum bisnis volume 3, tahun
1998 hlm 12-13
[13] Sutedi, Adrian SH. MH.
Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, merger, likuidasi, dan
kepailitan, 2006 Sinar Grafika, Jakarta,
hlm 52
Tidak ada komentar:
Posting Komentar