Setelah
masa orde baru berakhir dan digantikan oleh masa reformasi yang mengakibatkan
perubahan yang sangat signifikan dalam Undang-Undang Dasar 1945, termasuk
perubahan tentang sistem parlemen yang menganut sistem bikameral atau dua
kamar, yang salah satunya adalah Dewan Perwakilan Daerah.
Terkait
dengan perubahan tersebut sangat menarik ketika kita mengkaji fungsi dari Dewan
Perwakilan Daerah setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang ke IV. Disini
kita bisa membandingkan fungsi DPD secara teori dan secara tertulis.
Dalam
kerangka teori DPD termasuk ke dalam cabang kekuasaan legislatif ada 4
(empat)fungsi untama yaitu fungsi pengaturan (legislasi), fungsi pengawasan
(control), fungsi perwakilan (representasi), dan fungsi delibratif dan resolusi
konflik.[1]
Dimana ke empat fungsi tersebut seharusnya dimiliki oleh para wakil rakyat
dalam parlemen.
Untuk
lebih memahami bagaimana fungsi DPD dalam kerangka teori bisa dikaji dalam ke
empat fungsi diatas. Dalam fungsi perwakilan atau respersentasi itu sendiri ada
tiga sistem perwakilan yang pertama adalah sistem perwakilan politik, sistem
perwakilan teritorial dan sistem perwakilan fungsional. Dalam hal tersebut
kita dapat ambil contoh dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia khususnya dalam sistem parlemen Indonesia, dimana
sistem Parlemen kita menganut sistem bikameral atau dua kamar yang terdiri dari
perwakilan politik yaitu DPR dan perwakilan teritorial yaitu DPD.
Dan
yang kedua adalah fungsi pengaturan adalah legislasi, fungsi ini merupakan
gamabaran suatu negara berdasarkan kedaulatan rakyat atau tidak, dimana
kegiatan bernegara merupakan atau untuk mengatur kehidupan bersama. Oleh sebab
itu, kewenangan untuk menetapkan peraturan itu pertama-tama harus diberikan kepada
lembaga perwakilan rakyat atau parlemen atau lembaga legislatif, dan ada tiga
hal penting yang harus diatur oleh para wakil rakyat melalui parlemen, yaitu :
·
Pengaturan yang dapat mengurangi hak dan
kebebasan warga negara
·
Pengaturan yang dapat membebani harta
kekayaan warga negara
·
Pengaturan mengenai
pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara
Dari
tiga hal penting tersebut yang dilihat secara teori maka akan membentuk empat
fungsi kegiatan legislatif, antara lain
:
·
Prakarsa pembuatan Undang-Undang (legislative initiation)
·
Pembahasan rancangan Undang-Undang (law making proces)
·
Persetujuan atau pengesahan rancangan
Undang-Undang (law enachtement approved)
·
Pemberian persetujuan pengikatan atau
ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen-dokumen
hukum yang mengikat lainya (binding
decision making on international agreement and treaties or other legal binding
document )[2]
Dari
berbagai fungsi legislatif diatas kita bisa memperbandingkan fungsi yang
dimiliki DPD pada saat ini atau yang diatur secara konstitusional dalam
Undang-Undang Dasar 1945 terutama dalam pasal 22 D ayat (1) dan ayat (2) maka
dapat kita kelompokan dalam tabel dibawah ini :
RUU
dalam bidang
|
Kewenangan
DPD
|
1.
Otonomi daerah
|
Dapat mengajukan,
ikut membahas, dapatmengawasi
|
2.
Hubungan pusat dan daerah
|
Dapat mengajukan,
ikut membahas, dapatmengawasi
|
3.
Pembentukan dan pemekaran serta
penggabunga daerah
|
Dapat mengajukan,
ikut membahas, dapatmengawasi
|
4.
Pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainya
|
Dapat mengajukan,
ikut membahas, dapatmengawasi
|
5.
Perimbangan keuangan pusat dan
daerah
|
Dapat mengajukan,
ikut membahas, dapatmengawasi
|
6.
RAPBN
|
Memberi pertimbangan
atas RUU, mengawasi pelaksanaanya.
|
7.
Pajak
|
Memberi pertimbangan
atas RUU, mengawasi pelaksanaanya.
|
8.
Pendidikan
|
Memberi pertimbangan
atas RUU, mengawasi pelaksanaanya.
|
9.
Agama
|
Memberi pertimbangan
atas RUU, mengawasi pelaksanaanya.
|
10.
Pemilihan anggota BPK (bukan
dalam pembuatan RUUnya)
|
Memberi pertimbangan
|
Yang
ketiga adalah fungsi pengawasan, sesuatu peraturan yang sudah diundangkan yang
dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara, membebani harta kekayaan warga
negara dan pengeluaran-pengeluaran penyelenggara negara haruslah di kontrol
supaya tidak terjadi perbuatan yang sewenang-wenang oleh pemerintah atau
eksekutif yang merupakan pelaksana undang-undang, oleh karena itu perlu
dokontrol dan fungsi ini diberikan kepada wakil rakyat, bahkan jika kita rinci
maka fungsi pengawasan ini dapat kita bedakan yaitu :
1. Pengawasan
terhadap penentuan kebijakan
2. Pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijakan
3. Pengawasan
terhadap penganggaran dan belanja negara
4. Pengawasan
terhadap pelaksanaaan anggaran dan belanja negara
5. Pengawasan
terhadap kinerja pemerintahaan
6. Pengawasan
terhadap pejabat publik[4]
Setelah
kita melihat pembagian tentang pengawasan tersebut maka terlihat bahwa fungsi
pengawasan yang dimiliki DPD sangat terbatas karena hanya pada bidang-bidang
tertentu padahal sistem parlemen indonesia menganut sistem bikameral dalam hali
ini adalah DPD dan DPR yang kedudukanya atau stratanya sama tetapi fungsi
pengawasanya sangat berbeda sekali padahal kita menganut sistem cheks and
balance dan itu tidak telihat dalam pembagian fungsi tersebut.
Yang
keempat adalah fungsi deliberatif dan resolusi konflik karena dalam dalam menjalankan
fungsi pengaturan, pengawasan, dan fungsi perwakilan di dalam parlemen atau
lembaga legislatif selalu terjadi pertentangan dan perdebatan antar anggota
yang mewakili kelompok dan kepentingan yang masing memiliki pertimabangan yang
berbeda-beda dalam memahami dan menyikapi suatu permasalahan. Menurut
Frederich, fungsi parlemen yang pokok justru adalah fungsi representatif dan
deliberatif.[5]
Walaupun
fungsi yang keempat ini jarang terdengar dan tidak ada pengaturannya dalam UUD
1945 tetapi ternyata fungsi yang ke empat ini sanagt cocok untuk negara yang
menganut sistem parlemen bikameral dan diperuntukan untuk menyelesaikan masalah
antara DPR dan DPD yang pada hakikatnya DPD sebagai perwakilan daerah dan DPR
sebagai perwakilan politik yang tentunya mempunya kepentingan yang berbeda
pula.
Sehinga
fungsi yang keempat ini dapat disimpulkan seperti dibawah ini :
1. Perdebatan
publik dalam rangka rule and policy
making
2. Perdebatan
dalam rangka menjalankan pengawasan
3. Menyalurkan
aspirasi dan kepentingan yang beraneka ragam
4. Memberikan
solusi saluran damai terhadap konflik sosial.[6]
[1] Jimly
ashiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, rajawali pers 2009, hlm,298
[2] Ibid 300
[3] Prof.
Dr. Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata
Negara Pasca Amandemen Konstitusi rajawali pres, jakarta hlm. 71
[4] Op cit
hlm 302
[5] Ibid hlm
308
[6] Ibid hlm
310
OLEH DWIKY AGIL RAMADHAN
INFO
PENTING !!!, ada investasi yang memberi anda kemudahaan dan bermodal
murah, saya selaku bloger DWIKY AGIL RAMADHAN sudah mendapat manfaatnya,
silahkan kunjungi http://KomisiVirtual.com/?id=DWIKY, dan ikuti dan rasakan manfaatnya !!!!!!