Salah satu perbedaan yang mendasar dalam
struktur organisasi perbankan konvensional dengan perbankan syariah adalah
kewajiban memposisikan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam perbankan syariah.
DPS adalah lembaga independen atau juris khusus dalam bidang fiqih muamalat.
Namun DPS juga bisa beranggotakan diluar ahli fiqih tetapi harus memiliki
keahlian dalam bidang lembaga keuangan Islam dan fiqih muamalat.[1]
Fiqih
artinya faham atau pengertian, jadi ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas
menentukan dan menguraikan norma-norma dasar dan ketentuan-ketentuan umum yang
terdapat di dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad yang direkam didalam
kitab-kitab hadis.[2]
Muamalat
dalam pengertian luas, yakni ketetapan yang diberikan oleh Tuhan yang langsung
berhubungan dengan kehidupan sosial manusia, terbatas pada yang pokok-pokok
saja.[3]
Dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dinyatakan bahwa
dalam suatu perbankan Islam harus dibentuk DPS.[4]
Begitu juga dalam Undang-undang tentang Perbankan Syariah dinyatakan bahwa DPS
wajib dibentuk di Bank Syariah dan bank konvensional yang memiliki unit usaha
syariah.[5]
Dalam PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum
Syariah juga disebutkan pengertian DPS yaitu DPS adalah dewan yang bertugas
memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan bank agar
sesuai dengan prinsip syariah.[6]
DPS merupakan suatu badan yang diberi
wewenang untuk melakukan supervises/pengawasan dan melihat secara dekat
aktivitas lembaga keuangan syariah agar lembaga tersebut senantiasa mengikuti
aturan dan prinsip-prinsip syariah. DPS berkedudukan di kantor pusat dan
berkewajiban melihat secara langsung pelaksanaan suatu lembaga keuangan syariah
agar tidak menyimpang dari ketentuan yang telah difatwakan Dewan Syariah
Nasional (DSN). DSN merupakan bagian
dari MUI yang terdiri atas para ulama, praktisi dan pakar dalam bidang-bidang
yang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah yang bertugas
menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian
pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi
dan reksadana.[7]
Menurut MUI (SK MUI No. Kep.754/II/1999), ada
4 tugas pokok DSN, yaitu;[8]
1. Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai
syariah dalam kegiatan perekonomian
2. Mengeluarkan fakta atas jenis-jenis kegiatan
keuangan
3. Mengeluarkan fakta atas produk keuangan
syariah
4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah
dikeluarkan
DPS melihat secara garis besar dari aspek
manajemen dan administrasi harus sesuai dengan prinsip syariah, yang paling
utama adaalah mengesahkan dan mengawasi produk-produk yang dikeluarkan bank
agar sesuai dengan ketentuan syariah dan undang-undang yang berlaku. DPS dalam
strukrur organisasi bank syariah diletakkan pada posisis setingkat dengan Dewan
Komisaris pada setiap bank syariah. Posisi yang demikian ditujukan agar DPS
lebih berwibawa dan mempunyai kebebasan opini dalam memberikan bimbingan dan
pengarahan kepada semua direksi di bank tersebut dalam hal-hal yang berhubungan
dengan pengaplikasian produk perbankan syariah. Oleh sebab itu, penetapan DPS
dilakukan melalui RUPS setelah nama-nama anggota DPS tersebut mendapat
pengesahan dari DSN.
Pemberdayaan DPS pada masa yang akan datang
sangat penting dilakukan, diantaranya adalah melibatkan DPS dalam berbagai
program marketing dan sosialisasi perbankan syariah. Hal ini dimaksudkan untuk
mensinergikan antara DPS dengan pihak manajemen perbankan syariah dan
masyarakat. Karena masih banyak pelaksana perbankan syariah yang masih belum
benar-benar menguasai secara keseluruhan produk-produk perbankan syariah
sehingga sangat sulit untuk melakukan sosialisasi terhadap masyarakat. Oleh
sebab itu, peran dan fungsi DPS dalam hal ini sangat diharapkan.
[1]Analisa
atas Peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam Memastikan Pemenuhan atas
Kepatuhan pada Prinsip syariah di Lembaga Keuangan syariah (di Indonesia),http://herman-notary.blogspot.com/.../analisa-atas-peran-dewan-pengawas.html,
diakses tanggal 25 April 2016
[2] H.
Muhammad Daud, “ Asas-asas Hukum Islam”, (Jakarta: Rajawali Pers,
cetakan keenam, 1998),hal. 48
[3] Ibid., hal. 55
[4]
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, Penjelasan Pasal 6 huruf m.
[6]
PBI No. 11/3/PBI/2009 tentang Bank Umum Syariah, Pasal 1 angka 11.
[7]
Adrian Sutedi, “Perbankan Syariah:Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum”,
(Bogor;Ghalia Indonesia, cetakan pertama, 2009), hal. 147.
[8] Ibid.,
hal. 147
Tidak ada komentar:
Posting Komentar