pasang iklan
pasang iklan

Rabu, 10 Agustus 2016

Hak Penguasaan Atas Tanah


a)   Pengertian hak penguasaan atas tanah
Pengertian hak penguasaan atas tanah adalah hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian, dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu dengan tanah yang dihaki. “sesuatu” yang boleh, wajib dan/atau dilarang untuk diperbuat tersebu merupakan tolak pembeda antara berbagai hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah negara yang bersangkutan.[1]
Jadi hak penguasaan atas tanah yaitu hak yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk mempergunakan tanah yang dikuasainya. Wewenang tersebut berisi kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan yang harus di perhatikan oleh pemegang haknya.
Kewajiban pemegang hak penguasaan atas tanah adalah dengan memperhatikan asas dari hak atas tanah yaitu[2] :


·      Fungsi sosial atas tanah;
Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria memuat suatu pernyataan penting mengenai hak atas tanag, yang merumuskan secara singkat sifat kebersamaan atau kemasyarakatan hak-hak atas tanah menurut konsepsi yang mendasari hukum tanah nasional, pasal tersebut berbunyi “semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.
·      Kewajiban memelihara tanah;
Pasal 15 Undang-Undang Pokok Agraria dihubungkan dengan pasal 52 ayat (1) tentang kewajiban memelihara tanah yang dihaki. Pasal 15 menyatakan “ memelihara tanah, termasuk menambah kesuburanya serta mencegah keruskaanya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengn memperhatikan pihak ekonomis yang lemah.” Sedangkan di pasal 52 ayat (1) menyebutkan bahwa “barang siapa yang sengaja melanggar ketentuan dalam pasal 15 itu akan dipidana kurungan selam-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000”.
·      Kewajiban untuk mengerjakan sendiri secara aktif tanah pertanian
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria menyatakan bahwa “ setiap orang dan badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan untuk mengerjakan atau mengusahakanya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
b)   Ruang lingkup penguasaan atas tanah
Ruang lingkup hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah, ada yang sebagai lemabaga hukum dan ada pula sebagai hubungan hukum konkrit.
Sebagai lembaga hukum, hak penguasaan atas tanag merupakan lembaga hukum jika belum dihubungkan dengan tanag dan orang atau badan hukum tertentu sebagai pemegang haknya. Ketentuan-ketentuan hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan tanah sebagai lemabaga hukum :
1)        Mengatur nama atau penyebutan pada hak penguasaan tersebut;
2)        Menetapkan isinya, yaitu mengatur siapa saja yang boleh, wajib dan dilarang untuk diperbuat oleh pemegang haknya serta jangka waktu penguasaanya;
3)        Mengatur hal-hal mengenai subyeknya, siapa yang boleh menjadi pemegang haknya dan syarat-syarat bagi penguasaanya;
4)        Mengatur hal-hal mengenai tanahnya.
Sedangkan bila sebagai hubungan hukum konkrit, hak penguasaan atas tanah merupakan hubungan hukum konkrit (biasanya disebut hak), jika telah dihubungkan dengan tanah tertentu sebagai obyeknya dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya, contohnya adalah hak-hak atas tanah yang disebut dalam ketentuan konversi Undang-Undang Pokok Agraria.
Ketentuan-ketentuan hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum konkrit mengenaihak-haknya:
1)        Penciptaanya menjadi suatu hubungan hukum yang kongkrit, dengan nama atau sebutan yang dimaksudkan diatas;
2)        Pembebananya dengan hak-hak lain;
3)        Pemindahan kepada hak lain;
4)        Pembuktianya.[3]

c)    Hirarki penguasaan tanah dalam hukum nasional
Macam-macam hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional dapat disusun dalam jenjang tata susunan atau hirarki sebagai berikut :
1.        Hak Bangsa Indonesia;
2.        Hak menguasai negara;
3.        Hak ulayat masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang kenyataanya masih ada;
4.        Hak-hak individual/perorangan, yang semuanya berunsur perdata, terdiri atas :
a)         Hak-hak atas tanah sebagai hak individu yang semuanya secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada hak bangsa;
b)        Wakaf;
c)         Hak jaminan atas tanah : hak tanggungan (pasal 23,33,39,51 dan Undang-undang No.4 tahun 1996).[4]



[1] Budi Harsono, Hukum Agraria di Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Jakarta, Djambatan, 2003, Hal 8
[2] Ibid, Hal 295-305
[3] Oloan Sitorus dan H.M.Zaki Sierrad, Hukum Agraria di Indonesia Konsep Dasar dan Implementasi, Yogyakarta, Mitra Kerja Tanah Indonesia, 2006 Hal 7
[4] Boedi Harsono, Op Cit hal 24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

silaturahmi

bagi kawan2 pengunjung blog ini, bisa menghubungi saya di 746839BA Hehehe, untuk menjalin silaturahmi antar umat manusia