Terkait
dengan hukum atau dalam hal aspek yuridis, merupakan hal yang tidak kalang
pentingnya untuk di perhatikan oleh para investor asing yang ingin
menanamkan modalnya pada suatu negara. Hal
ini terutama berkaitan dengan perlindungan yang diberikan pemerintah nasional
bagi kegiatan investasi asing di negaranya dalam bentuk perlindungan hukum.
Menurunya wibawa hukum dalam negeri akan mempengaruhi minat investor asing
untuk menanamkan modalnya pada suatu negara.[1]
Daya
tarik investor asing untuk melakukan investasi di Indonesia akan sangat
bergantung pada sistem hukum yang diterapkan. Sistem hukum itu harus mampu
menciptakan kepastian, keadilan, dan efisiensi. Bahkan dalam era globalisasi
ekonomi sekarang ini, ketiga unsur tersebut manjadi kian bertambah penting,
antara lain dengan berkembangnya makanisme pasar.[2]
Faktor
kepastian hukum ini manjadi sangat penting dalam penanaman modal, karena
investor asing mau berinvestasi apabila mendapatkan kepastian hukum dalam
menanamkan modalnya. Salah satunya adalah mendapat perlindungan hukum untuk
investasinya.
Berdasarkan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, hal ini tidak adanya
diskriminasi antara penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing.
Perlakuan yang sama ini meliputi tanggung jawab penanam modal, sanksi bagi
penanam modal, hak atas tanah dan lain sebagainya.
Perlakuan yang sama
Hal
ini terlihat dalam pasa 6 Undang-undang Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa
:
(1)
Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang
berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa
berdasarkan perjanjuan dengan Indonesia.
Ketentuan
pasal 6 ayat (2) ini menyesuaikan dengan prinsip yang dianut oleh Trade Related Investment Measures-WTO.
Ketentuan ini, sesuai dengan prinsip WTO “the
most favored nationas”, yaitu suatu ketentuan yang diberlakukan oleh suatu
negara harus diperlakukan pula kepada semua negara anggota WTO. Ketentuan ini
untuk menegakan prinsip Non Diskriminasi yang dianut oleh WTO. Prinsip
pelakuan nasional mengharuskan negara
tuan rumah/penanam modal untuk tidak membedakan perlakuan antara penanam modal
asing dan penanam modal dalam negeri di negara penerima modal tersebut.[3]
Tanggung Jawab Penanam Modal
Tanggung
jawab penanam modal sendiri diatur dalam pasal 16 Undang-undang No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa, setiap penanam modal
bertanggung jawab :
a.
Menjamin tersedianya modal yang berasal
dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b.
Mengandung dan menyelesaikan segala
kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau
menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c.
Menciptakan iklim usaha persaingan yang
sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;
d.
Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e.
Menciptakan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan
f.
Mematuhi semua ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Sanksi
dan laranga bagi penanam modal
Pasal 33 Undang-undang
No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa :
(1) Penanam modal dalam
negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk
Perseroan Terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang
menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama
orang lain;
(2) Dalam hal penanam modal dalam negeri dan
penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.
(3) Dalam hal penanam
modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak
kerja sama dengan pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana
perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan, dan penggelembungan biaya lainya
untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan
temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah medapat
putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, pemerintah mengakhiri
perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanam modal yang bersangkutan.
Sementara itu, pasal 34
Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal menyebutkan:
(1) Badan usaha atau usaha perseorangan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
ditentukan dalam pasal 15 dapat dikenai sangksi administratif berupa :
1.
Peringatan tertulis;
2.
Pembatasan kegiatan usaha;
3.
Pembekuan kegiatan usaha dan/atau
fasilitas penanaman modal; atau
4.
Pencabutan kegiatan usaha dan/atau
fasilitas penanaman modal;
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Selain diberi sangksi
administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai
sanksi administratif dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal merupakan suatu hal yang baru, karena belum diatur sebelumnya dalam
undang-undang penanaman modal asing maupun undang-undang penanaman modal dalam
negeri pada jangka waktu yang lalu.
Berdasarkan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, perlindungan hukum
diberikan kepada investor asing dengan tanpa membedakan asal negara. Dalam
penyelesaian sengketa penanaman modal berdasarkan ketentuan pasal 32
Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal menyebutkan :
(1)
Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan
penanaman modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut
melalui musyawarah dan mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat
dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau
pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan
penanam modal dalam negeri, para pihak dapar menyelesaikan sengketa tersebut
melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan penyelesaian sengketa
melalui arbitrase todak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan
dilakukan di pengadilan.
(4)
Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan
penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui
arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar