Aliran hukum alam telah berkembang sejak kurun waktu 2500
tahun yang lalu, dan muncul dalam berbagai bentuk pemikiran. Dilihat dari
sejarahnya, menurut Friedmann aliran ini timbul karena kegagalan umat manusia
dalam mencari keadilan yang absolut. Hukum alam di sini dipandang sebagai hukum
yang berlaku universal dan abadi.
Gagasan mengenai hukum alam didasarkan pada asumsi bahwa
melalui penalaran hakikat makhluk hidup akan dapat diketahui dan pengetahuan
tersebut mungkin menjadi dasar bagi tertib sosial serta tertib hukum eksistensi
manusia. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibentuk oleh
manusia.
Menurut sumbernya, aliran hukum alam dapat dibagi dua macam
yaitu: Irasional dan Rasional. Aliran hukum yang irasional berpendapat bahwa
hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari tuhan secara
langsung. Sebaliknya, aliran hukum alam yang rasional berpendapat bahwa sumber
hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia. Pendukung aliran hukum
alam irasional antara lain:
a)
Thomas Aquinas (1225-1274):
Filsafat Thomas
Aquinas berkaitan erat dengan teologia. Ia mengakui bahwa di samping kebenaran
wahyu juga terdapat kebenaran akal. Menurutnya ada pengetahuan yang tidak dapat
ditembus oleh akal, dan untuk itulah diperlukan iman. Beliau yang mengatakan ada 4 macam
hukum yaitu:
1.
Lex Aeterna
Hukum rasio Tuhan
yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusia;
2.
Lex Devina
Hukum rasio Tuhan
yang dapat ditangkap oleh pancaindera manusia;
3.
Lex Naturalis
Hukum alam yaitu
penjelmaan dari lex aeterna kedalam rasio manusia;
4.
Lex Positivis
Penerapan lex
naturalis dalam kehidupan manusia didunia.
b)
John Salisbury (1115-1180):
Menurut beliau jika kalau masing-masing penduduk berkerja
untuk kepentingan sendiri, kepentingan masyarakat akan terpenuhi dengan
sebaik-baiknya. Dalam menjalankan pemerintahannya,
penguasa wajib memperhatikan hukum tertulis dan tidak tertulis (hukum alam),
yang mencerminkan hukum-hukum Allah. Tugas rohaniwan adalah membimbing penguasa
agar tidak merugikan kepentingan rakyat, dan menurutnya bahkan penguasa itu
seharusnya menjadi abdi gereja. Menurut Salisbury, jikalau masing-masing
penduduk bekerja untuk kepentingannya sendiri, kepentingan masyarakat akan
terpelihara dengan sebaik-baiknya.
c)
Dante Alighieri (1265-1321):
Dante amat
menentang penyerahan kekuasaan duniawi kepada gereja. Baginya keadilan baru
dapat ditegakkan apabila pelaksanaan hukum diserahkan kepada satu tangan saja
berupa pemerintahan yang absolute. Menurutnya, badan tertinggi yang memperoleh legitimasi
dari Tuhan sebagai monarki dunia ini adalah kekaisaran Romawi.
d)
Piere Dubois (lahir 1255):
Beliau menyatakan bahwa penguasa dapat langsung menerima kekuasaan
dari Tuhan tanpa perlu melewati pimpinan gereja. Dubois
mencita-citakan suatu Kerajaan Perancis yang luas, yang menjadi pemerintah
tunggal dunia. Di sini tampak Dubois sangat meyakini adanya hukum yang dapat
berlaku universal. Sama seperti Dante,
Dubois menyatakan bahwa penguasa
(raja) dapat langsung menerima kekuasaan dari Tuhan, tanpa melewati pemimpin
gereja. Bahkan Dubois ingin agar
kekuasaan duniawi gereja (Paus) dicabut dan diserahkan sepenuhnya kepada raja.
e)
Marsilius padua (1270-1340) dan William
Occam (1280-1317):
Padua berpendapat bahwa Negara berada
diatas kekuasaan Paus. Kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat. Padua berpendapat bahwa negara berada
di atas kekuasaan Paus. Kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Padua juga berpendapat bahwa tujuan
negara adalah untuk memajukan kemakmuran dan member kesempatan seluas-luasnya
kepada warga negara agar dapat mengembangkan dirinya secara bebas. Bahkan,
rakyat pula yang berwenang memilih pemerintahannya. Rakyat boleh menghukum
penguasa (raja) yang melanggar undang-undang, termasuk memberhentikannya.
Kekuasaan raja bukanlah kekuasaan absolute melainkan dibatasi oleh
undang-undang.
Sedangkan Occam berpendapat rasio manusia tidak dapat memastikan suatu
kebenaran. filsafat Occam sering
disebut Nominalisme. Jika Thomas Aquinas meyakini kemampuan rasio
manusia untuk mengungkapkan kebenaran, maka Occam berpendapat bahwa rasio manusia tidak dapat memastikan suatu
kebenaran. Pengetahuan (ide) yang ditangkap oleh rasio hanyalah nama-nama
(nomen, nominal) yang digunakan manusia dalam hidupnya.
f)
John Wycliffe (1320-1384) dan Johnannea
Huss (1369-1415):
Wycliffe berpendapat kekuasaan ketuhanan
tidak perlu melalui perantara, sehingga baik para rohaniawan maupun orang awam
sama derajatnya dimata Tuhan. Wycliffe
mengatakan urusan negara seharusnya tidak boleh dicampuri oleh rohaniawan
karena corak pemerintahan para rohaniawan itu adalah corak kepemimpinan yang
paling buruk. Pemerintahan yang baik adalah pemerintahan yang dipimpin para
bangsawan. Menurutnya kekuasaan ketuhanan tidak perlu perantara (rohaniawan
gereja) sehingga baik para rohaniawan maupun orang awam sama derajatnya di mata
Tuhan. Sedangkan
Huss mengatakan bahwa gereja tidak
perlu memiliki hak milik. Karena itu, penguasa
boleh merampas milik itu apabila gereja salah menggunakan haknya. Menurutnya,
Paus dan hierarki gereja tidak diadakan menurut perintah Tuhan. Gereja yang
sebenarnya dibentuk oleh semua orang yang beriman.
Sedangkan
pendukung hukum alam rasional adalah:
a)
Hugo de Groot (Grotius) (1583-1643):
Hugo de Groot (Grotius) dikenal
sebagai Bapak Hukum Internasional karena dialah yang memperoleh konsep-konsep
hukum dalam hubungan antar negara, seperti hukum perang dan damai, serta hukum
laut. Menurut Grotius, sumber hukum
adalah rasio manusia. Karena karakteristik yang membedakan manusia dengan
makhluk lain adalah kemampuan akalnya, seluruh kehidupan manusia harus
berdasarkan kemampuan akal/rasio itu.
b)
Samuel von Pufendorf (1632-1694) dan
Cristian Thomasius (1655-1728):
Pufendorf
adalah penganjur pertama hukum alam di Jerman. Pekerjaannya dilanjutkan Thomasius. Pudfendorf berpendapat bahwa hukum alam adalah aturan yang berasal
dari akal pikiran yang murni. Dalam hal ini unsur naluriah manusia yang lebih
berperan. Akibatnya ketika manusia hidup bermasyarakat, timbul pertentangan
kepentingan satu dengan yang lainnya. Agar tidak terjadi pertentangan
terus-menerus dibuatlah perjanjian secara sukarela di antara rakyat. Dengan
adanya perjanjian itu berarti tidak ada kekuasaan yang absolut. Semua kekuasaan
itu dibatasi oleh Tuhan, hukum alam, kebiasaan, dan tujuan dari negara. Sementara Thomasius mengatakan manusia hidup dengan bermacam-macam naluri
yang bertentangan satu dengan lainnya.
c)
Imanuel Kant (1724-1804):
Filsafat Kant dikenal sebagai filsafat kritis,
merupakan sintesis dari rasionalisme dan empirisme. Kritisme adalah filsafat
yang memulai perjalannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan
batas-batas rasio. Kant menyelidiki
unsur-unsur mana dalam pemikiran manusia yang berasal dari rasio (sudah ada
terlebih dulu tanpa dibantu oleh pengalaman) dan mana yang murni berasal dari
empiris.
< KEMBALI KE PENDAHULUAN / MAHZAB (ALIRAN POSITIVIS HUKUM) >
< KEMBALI KE PENDAHULUAN / MAHZAB (ALIRAN POSITIVIS HUKUM) >
Tidak ada komentar:
Posting Komentar