I.1 PENEGERTIAN HUKUM PERS
Dewasa
ini, makin disadari betapa pentingnya peranan media massa di tengah-tengah
kehidupan masyarakat yang membutuhkanbanyak informasi dan berita. Pers dan
masyarakat merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan. Demikian pula
dengan pers dan pemerintah tidak dapat dipisahkan juga kareana ada hubungan
yang sangat erat. Jadi pers sangat penting bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara pada dewasa ini.
Sebelum
kita lebih jauh dalam mengkaji tentang hukum pers lebih jauh, ada baiknya kita
mengawali dengan hal yang paling mendasar yaitu definisi pers itu sendiri.
Karena dengan adanya definisi akan memberikan sebuah batasan ruang lingkup apa
yang akan kita kaji dan pengkajianya juga akan lebih sistematis.
Istilah
pers sebagai terjemahan dari bahasa Inggris press
dapat mempunyai pengertian luas maupun sempit. Dalam pengertian yang luas
pers, pers mencakup semua media masa, baik itu cetak maupun elektronik yang
berfungsi menyebarkan informasi, ide, gagasan, pikiran atau perasaan seseorang.
Dalam pengertian sempit, pers hanya digolongkan produk-produk penerbitan yang
melewati proses percetakan, seperti surat kabar, majalah dan lain-lain.[1]
Jadi secara umum, hukum pers adalah kaidah-kaidah yang mengatur pers baik dalam
arti sempit maupun luas.
I.2 SEJARAH PERS DI DUNIA
Dalam
perkembangan sejarah pers di dunia kita mengenal empat teori pers, yang
masing-masing mencerminkan masyarakat ketika itu, yaitu teori pers otoriter,
teori pers komunis, teori pers tanggung jawab sosial, dan teori pers liberal.
Teori
pers otoriter, teori ini dikenal sebagai teori yang tertua diantara empat teori
lainya, lahir pada abad ke lima belas sampai ke enam belas pada saat bentuk
pemerintahaan bersifat otoriter.
Dalam
teori ini, media masa berfungsi menunjang negara dan pemerintah dengan
kekuasaan untuk memajukan rakyat sebagai tujuan utama. Oleh karena itu
pemerintah langsung menguasai dan mengawasi sepenuhnya media masa atau pers.
Akibatnya media masa sepenuhnya berada dibawah pengawasan pemerintah. [2]
Libertarian yang berarti Liberal
atau kebebasan.. Dalam system pers ini, pers memiliki kebebasan yang
seluas-luasnya untuk membantu manusia mencari dan menemukan kebenaran yang
hakiki. Pers dipersepsikan sebagai kebebasan tanpa batas, artinya kritik dan
komentar pers dapat dilakukan pada siapa saja. Pada sistem pers ini siapa saja
dapat menggunakan media asal memiliki kemampuan ekonomi. Media diawasi dengan
proses pelurusan sendiri untuk mendapatkan kebenaran dalam pasar ide yang bebas
serta melalui pengadilan. Yang dilarang pada sistem pers ini adalah penghinaan,
kecabulan, dan kerendahan moral. Lembaga media massa dimiliki oleh perseorangan
sehingga bisa saja terjadi monopoli lembaga media massa. Media massa pada
sistem ini adalah alat untuk mengawasi pemerintah dan memenuhi kebutuhan
masyarakat. [3]
Teori pers tanggung jawab sosial,
teori ini merupakan perkembangan dari liberltarian. Munculnya teori ini
dilandasi atas kesadaran terhadap tanggung jawab sosial sebagai akibat revolusi
komunikasi yang melanda dunia. Teori ini beranjak pada urgensinya penetuan
siapa, fakta yang bagaiman yang dapat disampaikan pada masyarakat.[4]
Pada teori pers soviet
komunis kekuasaannya bersifat sosial, karena berpegang pada kebenaran teori
marxis. Teori ini berkembang di Uni Soviet, walaupun ada kesamaannya dengan
yang dilakukan Nazi dan Italia Fasis. Teori ini terbentuk dari pemikiran
Marxis, Leninis, dan Stalinis dengan campuran pikiran Hegel, dan pandangan
orang Rusia abad 19. Teori Pers Komunis menyatakan, bahwa pers merupakan alat
pemerintah dan bagian integral dari negara, sehingga pers harus tunduk kepada
pemerintah. Orang-orang soviet mengatakan bahwa pers nya bebas untuk menyatakan
kebenaran. Tujuan utama dari media massa adalah memberi sumbangan bagi
keberhasilan dan kelanjutan dari sistem sosialis Soviet, dan terutama bagi
kediktatoran Partai. Yang berhak menggunakan media massa adalah anggota-anggota
partai yang loyal dan ortodoks.
Media massa dikontrol
melalui pengawasan dan tindakan politik atau ekonomi oleh pemerintah. Media
massa dilarang melakukan kritik-kritik terhadap tujuan partai yang dibedakan
dari taktik-taktik partai. Dalam hal ini, pers Soviet harus melakukan apa yang
terbaik bagi partai dan mendukung partai sebagai sikap dan perbuatan moral yang
berorientasi pada kepentingan rakyat. Pada sistem pers ini, media massa adalah
milik negara dan media sangat dikontrol dengan ketat semata-mata dianggap
sebagai tangan-tangan negara.[5]
I.3 SEJARAH
PERS INDONESIA
Dalam
gambaran umum sejarah pers Indonesia di bagi menjadi dua yaitu hukum pers era
kolonial dan hukum pers era Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keduanya memang
tidak dapat dipisahkan begitu saja karena memiliki keterkaitan yang sangat
erat.
Jaman Penjajahan Belanda Surat kabar di Indonesia
untuk pertama kalinya berdiri pada tahun 1744 di Jakarta dengan surat kabar bernama Bataviacshce
Nouvelle pada tahun 1744 di Jakarta, dan
pada tahun 1776 terbit surat kabar Vendu Niews yang keduanya dikelola orang-orang Belanda dan ditujukan untuk
pembaca orang Belanda dan pribumi yang
mengerti bahasa Belanda. Isi dari surat kabar tersebut tentu saja bernafaskan suara pemerintahan kolonial Belanda. Lalu
tahun 1854 terbit majalah Bianglala, disusul
1856 terbit Soerat Kabar Bahasa Melajoe di Surabaya dan surat kabar tersebut ditujukan untuk pembaca pribumi. Pada
abad ke-20, terbitan surat kabar pertama di Bandung milik bangsa Indonesia yang bernama Medan Prijaji yang
dikelola oleh Tirto Hadisurjo atau Raden
Mas Djokomono. Untuk selanjutnya, Tirto Hadisurjo dianggap sebagai pelopor dasar-dasar jurnalistik modern
Indonesia. [6]
Dalam era NKRI sebetulnya di bagi lagi menjadi
beberapa periode, seperti jaman kemerdekaan, jaman reformasi dan sebagainya.
Namun dalam makalah ini akan di bahas secara umum saja. Dalam periode NKRI pers
mengalami berbagai perubahan sistem teori pers, namun dalam makalah yang lebih
memfokuskan dalam pembahasan mengenai dewan pers maka kami membagi dalam tiga
periode, antara lain :
1.
Orde lama : Dewan Pers pertama kali terbentuk
pada tahun 1966 melalui Undang-undang No.11 Tahun 1966 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pers. Fungsi dari Dewan Pers saat itu adalah sebagai
pendamping Pemerintah serta bersama-sama membina perkembangan juga pertumbuhan
pers di tingkat nasional. Saat itu, Menteri Penerangan secara ex-officio menjabat
sebagai Ketua Dewan Pers.
2.
Orde baru : Pada era orde baru, kedudukan dan
fungsi Dewan Pers tidak berubah yaitu masih menjadi penasehat Pemerintah,
terutama untuk Departemen Penerangan. Hal ini didasari pada Undang-Undang No.
21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1966 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers. Tetapi terjadi perubahan perihal keterwakilan
dalam unsur keanggotaan Dewan Pers seperti yang dinyatakan pada Pasal 6 ayat
(2) UU No. 21 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers Sebagaimana
Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1967.
3.
Masa reformasi : Disahkannya Undang-undang No.
40 Tahun 1999 Tentang Pers membuat berubahnya Dewab Pers menjadi Dewan Pers
yang Independen, dapat dilihat dari Pasal 15 ayat (1) UU Pers.[7]
[1] F.
RACHMADI, PERBANDINGAN SISTEM PERS,
1990, PT GRAMEDIA, JAKARTA
[2] Ibid hlm
31
[3] http://johanestomysetiawan.blogspot.com/2009/07/pengertian-teori-pers-ototarian.html
[4] WAHIDIN,
SAMSUL HUKUM PERS 2011 PUSTAKA
BELAJAR, JOGJAKARTA
[5] http://madegilang.blogspot.com/2009/07/teori-pers-soviet-komunis.html
[6] http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1hukum/205711019/bab2.pdf
[7] http://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Pers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar