BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Keprihatinan
atas keseriusan masalah atas ancaman yang timbul akibat tindak pidana korupsi
terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga-lembaga, dan
nilai-nilai keadilan, etika serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan
dan penegakan hukum, sungguh sangat besar dirasakan dewasa ini. kerihatinan ini
bertambah koruspi yang melibatkan jumlah aset yang besar yang dapat merupakan
sumber daya penting bagi sebuah negara dalam upaya memakmurkan rakyatnya.
Selain
itu, meninkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa
bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian perekonomian nasional tetapi
juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi
yang semakin luas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua, maka tindak pidana
korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan menjadi
kejahatan yang luar biasa
Dalam
perkembanganya, korupsi menjadi musuh utama dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. upaya-upaya untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi
semakin masif dilakukan. Upaya tersebut dilakukan oleh berbagai kalangan dan
golongan, mulai dengan dibentuknya sebuah lembaga negara bantu yang bernama
Komisi Pemberantasan Korupsi atau lazim disebut KPK dan sampai pada lingkungan
civias kampus yang dilakukan oleh para mahasiswa dan dosen, serta Lembaga
Swadaya Masyarakt atau LSM yang aktif dalam upaya pemberantasan korupsi
tersebut.
Namun,
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang
terbebas dari tindak pidana korupsi dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, perlu kajian yang sangat dalam menenai korupsi. Hal ini
dikarenakan, hingga kini pemberantasan tindak pidana korupsi belum dilaksanakan
secara optimal, intensif dan berkesinambungan. Maka lewat karya ilmiah ini,
dalam upaya melakukan kajian yang mendorong upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi, maka pentingkiranya untuk melakukan kajian korupsi dalam prespektif
kriminologi, terutama dalam mengkaji Tipologi
Kejahatan Korupsi Dalam Prespektif Kriminologi. Sehingga upaya-upaya
pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara menyeluruh, hingga ke akar rumput.
B.
Perumusan Masalah
1. Bagaimana Tipologi Kejahatan Korupsi Dalam Prespektif
Kriminologi ?
C.
Metode Penulisan
Tipe pendekatan permasalahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. penelitian yang dipakai adalah
studi dokumen mengenai proses pengambilan kebijakan perundang-undangan mengenai
tindak pidana korupsi dan . Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah
data Sekunder. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil analisis data dituangkan dengan cara
deskriptif yaitu mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
dan Ruang Lingkup Kriminologi
Istilah mengenai
kriminologi dikemukakan oleh P. Topinard (1830-1911) yang merupakan seorang
antropologi Prancis. Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
mengenai kejahatan. Secara harafiah kriminologi berasal dari kata “crimen”
yang berarti kejahatan, dan “logos”
yang berarti pengetahuan, maka
kriminologi dapat berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.[1]
Selain itu, beberapa
sarjana juga memberikan definisi mengenai kriminologi, antara lain sebagai
berikut :
1.
Bonger memberikan definisi kriminologi
sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan
seluas-luasnya;
2.
Sutherland merumuskan kriminologi
sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai
gejala sosial;
3.
Michael dan Adler berpendapat bahwa
kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari
para penjahat, lingkungan merekan dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh
lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh anggota masyarakat;
4.
Wood berpendirian bahwa kriminologi
meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori dan
pengalaman, yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk
didalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat;
5.
Paul Mudigdo Mulyono memberikan definisi
kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah
manusia;
6.
Noach merumuskan definisi kriminologi
sebagai ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang
menyangkut orang-orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan
tercela.[2]
Berbicara tentang ruang
lingkup kriminologi berarti juga berbicara mengenai objek studi dalam
kriminologi. Bonger membagi kriminologi menjadi dua bagian, yaitu[3] :
1.
Kriminologi murni, yang terdiri dari :
·
Antropologi kriminil, yaitu pengetahuan
tentang manusia yang jahat (somatis) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tentang orang jahat dan tanda-tanda tubuhnya;
·
Sosiologi kriminil, yaitu ilmu
pengetahuan tentang kejahatan sebagai gejala masyarakat dan sampai dimana letak
sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat;
·
Psikologi kriminil, yaitu ilmu
pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya;
·
Psikopatologi dan neuropatologi
kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat
syaraf;
·
Peneologi, yaitu ilmu pengetahuan
tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.
2.
Kriminologi terapan, yang terdiri atas :
· Higiene
Kriminil, yaitu usaha yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya kejahatan;
· Politik
kriminil, yaitu usaha penanggulangan kejahatan dimana kejahatan telah terjadi;
· Kriminalistik,
yaitu ilmu pengetahuan tentang pelaksanaan penyidikan teknik kejahatan dan
pengusutan kejahatan.
Sedangkan menurut Shuterland[4]
kriminologi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu :
1.
Etiologi kriminal, yaitu usaha secara
ilmiah untuk mencari sebab-sebab kejahatan;
2.
Penologi, yaitu pengetahuan yang
mempelajari tentang sejarah lahirnya hukuman, perkembangan serta arti faedahnya
3.
Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis
ilmiah terhadap kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana.
Dari berbagai uraian
diatas maka, dapat diambil kesimpulan, bahwa kriminologi mencakup tiga aspek,
yaitu penjahat, kejahatan dan reaksi masyarakat terhadap penjahat dan
kejahatan.
Mengenai kejahatan
sendiri, tidak ada pengertian khusus yang menerangkan apa itu kejahatan, baik
itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau undang-undang yang lainya.
Sehingga para sarjana memberikan batasn tentang kejahatan yang digolongkan
kedalam tiga aspek, yakni :
1.
Aspek yuridis
Kejahatan
dari aspek yuridis merupakan jenis-jenis kejahatan yang sudah definitif,
maksudnya telah ditentukan dalam undang-undang bahwa perbuatan tertentu
dianggap sebagai kejahatan. Menurut Muljaatno, kejahatan adalah perbuatan yang
oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana,barang siapa yang
melanggar larangan tersebut diancam dengan pidana.[5]
2.
Aspek sosiologis
Kejahatan
dari aspek sosiologis bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia sebagai mahluk
yang bermasyarakat perlu dijaga dari setiap perbuatan-perbuatan masyarakat yang
menyimpang dari nilai-nilai kehidupan yang dijunjung oleh masyarakat.[6]
3.
Aspek psikologis
Kejahatan
dari aspek psikologis merupakan manifestasi kejiwaan yang terungkap pada
tingkah laku manusia yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat. perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat tersebut merupakan kelakuan yang menyimpang (abnormal) yang sangat
erat kaitanya dengan kejiwaan individu.[7]
Kedua adalah pelaku,
dimana pelaku merupakan orang yang melakukan kejahatan, sering juga disebut
sebagai penjahat. Studi terhadap pelaku bertujuan untuk mencari sebab-sebab
orang melakukan kejahatan. Secara tradisional orang mencari sebab-sebab
kejahatan dari aspek biologis, psikhis dan sosial ekonomi. Biasanya studi ini dilakukan
terhadap orang-orang yang dipenjara atau berkas terpidana. Kemudian oleh
perkembanganya studi terhadap pelaku ini diperluas dengan studi terhadap
korban, karena menurut Hans von Henting dan B. Mandelson bahwa dalam
kejahatan-kejahatan tertentu korban mempunyai peranan sangat penting dalam
terjadinya kejahatan.
Terakhir adalah reaksi
masyarakat terhadap kejahatan dan penjahat atau pelaku kejahatan. Studi
mengenai reaksi ini bertujuan untuk mempelajari pandangan serta tanggapan
masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejal-gejala yang timbul
dimasyarakat yang dipandang merugikan atau membahayakan masyarakt luas.
Sedangkan studi mengenai reaksi terhadap pelaku bertujuan untuk mempelajari
pandangan-pandangan dan tindakan-tindakan masyarakat terhadap pelaku kejahatan.[8]
B.
Pengertian
Tindak Pidana Korupsi
Korupsi
berasal dari perkataan latin “Corruptio”
yang berarti kerusakan. Disamping itu, korupsi juga dignakan untuk menunjuk
keadaan atau perbuatan yang rusak. Adapun pengertian korupsi menurut beberapa
ahli antara lain [9]:
1.
Menurut Prof. Sudharto disamping
perkataan korupsi digunakan untuk menunjuk
keadaan atau perbuatan busuk, korupsi juga banyak disangkut pautkan kepada
ketidak jujuran seseorang di dalam bidang keuangan;
2.
Menurut A.I.N Kramer ST.
Menerjemahkannya sebagai busuk, rusak, atau dapat disuapi. Oleh karena itu,
tindak pidana korupsi berarti suatu delik akibat perbuatan busuk, jahat, rusak,
atau suap;
3.
Menurut Gurnal Myrdal adalah “to include not only all form of improrer or
selfish exercise of power and influence attached to a pub;ic office or the
special position one occupies in the public life but also the activity of the
bribers” (korupsi tersebut meliputi kejadian-kejadian tidak patut yang
berkaitan dengan kekuasaan, aktifitas-aktifitas pemerintahan, atau usaha-usaha
tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan lainya
seperti penyogokan ) kemudian dalam arti luas menurut Gurnal Myrdal korupsi
meliputi kolusi dan nepotisme;
4.
Menurut Herbert Edelherz istilah korupsi
menggunakan istilah “white collar crime
: an illegal act or service committed by
non phisycal means and by concealment or guile, to obtain or property, to avoid
the payment or loss of money or property
to obtain busness or personal advantage” (kejahatan kerah putih :
suatu perbuatan atau serentetan perbuatan yang bersifat ilegal, dilakukan
secara fisik tetapi dengan akal
bulus/terselubung untuk mendapatkan uang atau kekayaan serta menghindari
pembayaran/pengeluaran uang atau kekayaan untuk mendapatkan bisnis /keuntungan
pribadi).
C.
Tipologi
Kejahatan Korupsi Dalam Prespektif Kriminologi
Dalam
kajian kriminologi, seperti disinggung di awal pembahasan, dimana kriminoloi
mempelajari mengenai kejahatan, pelaku kejahatan , korban kejahatan, serta
tanggapan masyarakat atas kejahatan dan pelaku kejahatan. Dalam hal ini
pembahasan akan lebih ditekankan pada bagaimana
jenis-jenis kejahatan tindak pidana korupsi dalam prespektif kriminologi.
Tindak
Pidana korupsi menurut Fockema Andreas, dalam tindak pidana korupsi terdiri
dari dua kelas; Pertama, yang tidak
tersentuh (untouchtable). Yakni pelaku-pelaku kejahatan yang realitasnya
benar-benar berada diatas hukum (above the law), seperti hitler dan sebagainya
ketika mereka berkuasa. Kedua, yang
tak terjangkau (unreachable) termasuk dalam
kategori ini adalah para pelaku kejahatan
yang berkuasaan formal maupun informal yang cukup tinggi dan sangat sulit
dijangkau tangan hukum, (except with
great diffculty and in exceptional circumstabces) kecuali dengan kesulitan
yang besar dan dalam kondisi-kondisi khusus.[10]
Namun, dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini, maka yang
lebih dalam dibahas adalah tipe yang kedua.
Sedangkan
menurut undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang Nomor 20 tahun 2001
tentang Tindak Pidana Korupsi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu korupsi aktif
dan korupsi pasif. Adapun yang dimaksud korupsi aktif antara lain :
1.
Secara melawan hukum memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara;
2.
Dengan
tujuan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau seana karena jabatan atau
kedudukanya;
3.
Memberi hadiah atau janji dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang pada
jabatan dan kedudukanya;
4.
Percobaan, pembantuan ataupermufakatan
jahat;
5.
Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan
maksud supaya berbuat atau tidak berbuat;
6.
Memberi sesuatu yang bertentangan dengan
keajaibanya
7.
Memberi janji;
8.
Sengaja membiarkat perbuatan curang;
9.
Sengaja menggelapkan uang atau surat
berharga.
Sedangkan korupsi
secara pasif adalah :
1.
Menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat;
2.
Menerima penyerahan atau keperluan
dengan membiarkan perbuatan curang;
3.
Menerima pemberian hadiah atau janji;
4.
Adanya hadiah atau janji diberikan untuk
menggerakan agar melakukan sesuatu;
5.
Menerima gratifikasi yang diberikan
berhubungan dengan jabatanya;
Selain itu, dalam
praktiknya jenis korupsi itu sendiri dapat dikelompokan kedalam 2 bentuk, yaitu
: Pertama, Administrative Corruption, dimana
segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai dengan hukum/peraturan yang
berlaku, akan tetapi individu-individu itu tertentu memperkaya diri sendiri; Kedua, Against The Rule Corruption, artinya
korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya bertentangan dengan hukum.[11]
BAB III
KESIMPULAN DAN
SARAN
A.
Kesimpulan
Dalam tindak pidana
korupsi ada beberpa tipologi diantaranya adalah seperti yang diungkapkan oleh Fockema
Andreas, dalam tindak pidana korupsi terdiri dari dua kelas; Pertama, yang tidak tersentuh (untouchtable).
Yakni pelaku-pelaku kejahatan yang realitasnya benar-benar berada diatas hukum
(above
the law), seperti hitler dan sebagainya ketika mereka berkuasa. Kedua, yang tak terjangkau (unreachable)
termasuk dalam kategori ini adalah para pelaku kejahatan yang berkuasaan formal
maupun informal yang cukup tinggi dan sangat sulit dijangkau tangan hukum, (except with great diffculty and in
exceptional circumstabces) kecuali dengan kesulitan yang besar dan dalam
kondisi-kondisi khusus.
Serta adanya korupsi secara aktif dan pasif
seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan, dalam praktiknya
jenis korupsi itu sendiri dapat dikelompokan kedalam 2 bentuk, yaitu : Pertama, Administrative Corruption, dimana
segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai dengan hukum/peraturan yang
berlaku, akan tetapi individu-individu itu tertentu memperkaya diri sendiri; Kedua, Against The Rule Corruption, artinya
korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya bertentangan dengan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Arrasjid,
Chainur, Suatu Pemikiran Tentang
Psikologi Kriminil, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU,
Medan 1999
Ridwan, M dan
Ediwarman, Azas-Azas Kriminologi, USU
Press, Medan, 1994
Santosa, Topo
dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi,
Rajawali Press, Jakarta, 2001
Angkasa, Bahan Ajar
Mata Kuliah Kriminologi,
M.Satria, makalah Tindak Pidana korupsi Dalam Prespektif
Normatif
S. Wojowasito-WJS
Poerwodarminto, Kamus Lengkap Bahasa Inggris Indonesia, Indonesia Inggris,
Hasta, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar