pasang iklan
pasang iklan

Jumat, 26 Juni 2015

C. Perlindungan Hukum Penanaman Modal Asing Dalam Prespektif Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

Terkait dengan hukum atau dalam hal aspek yuridis, merupakan hal yang tidak kalang pentingnya untuk di perhatikan oleh para investor asing yang ingin menanamkan  modalnya pada suatu negara. Hal ini terutama berkaitan dengan perlindungan yang diberikan pemerintah nasional bagi kegiatan investasi asing di negaranya dalam bentuk perlindungan hukum. Menurunya wibawa hukum dalam negeri akan mempengaruhi minat investor asing untuk menanamkan modalnya pada suatu negara.[1]
Daya tarik investor asing untuk melakukan investasi di Indonesia akan sangat bergantung pada sistem hukum yang diterapkan. Sistem hukum itu harus mampu menciptakan kepastian, keadilan, dan efisiensi. Bahkan dalam era globalisasi ekonomi sekarang ini, ketiga unsur tersebut manjadi kian bertambah penting, antara lain dengan berkembangnya makanisme pasar.[2]


Faktor kepastian hukum ini manjadi sangat penting dalam penanaman modal, karena investor asing mau berinvestasi apabila mendapatkan kepastian hukum dalam menanamkan modalnya. Salah satunya adalah mendapat perlindungan hukum untuk investasinya.
Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, hal ini tidak adanya diskriminasi antara penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing. Perlakuan yang sama ini meliputi tanggung jawab penanam modal, sanksi bagi penanam modal, hak atas tanah dan lain sebagainya.

Perlakuan yang sama
Hal ini terlihat dalam pasa 6 Undang-undang Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa :
(1) Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanam modal dari suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjuan dengan Indonesia.
Ketentuan pasal 6 ayat (2) ini menyesuaikan dengan prinsip yang dianut oleh Trade Related Investment Measures-WTO. Ketentuan ini, sesuai dengan prinsip WTO “the most favored nationas”, yaitu suatu ketentuan yang diberlakukan oleh suatu negara harus diperlakukan pula kepada semua negara anggota WTO. Ketentuan ini untuk menegakan prinsip Non Diskriminasi yang dianut oleh WTO. Prinsip pelakuan  nasional mengharuskan negara tuan rumah/penanam modal untuk tidak membedakan perlakuan antara penanam modal asing dan penanam modal dalam negeri di negara penerima modal tersebut.[3]

Tanggung Jawab Penanam Modal
Tanggung jawab penanam modal sendiri diatur dalam pasal 16 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa, setiap penanam modal bertanggung jawab :
a.       Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.      Mengandung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c.       Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;
d.      Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e.       Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan
f.       Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sanksi dan laranga bagi penanam modal
Pasal 33 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyebutkan bahwa :
(1) Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk Perseroan Terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain;
(2)  Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.
(3) Dalam hal penanam modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian atau kontrak kerja sama dengan pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa tindak pidana perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan, dan penggelembungan biaya lainya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan kerugian negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang berwenang dan telah medapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanam modal yang bersangkutan.
Sementara itu, pasal 34 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal menyebutkan:
(1)  Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 dapat dikenai sangksi administratif berupa :
1.        Peringatan tertulis;
2.        Pembatasan kegiatan usaha;
3.        Pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
4.        Pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal;
(2)  Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Selain diberi sangksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai sanksi lainya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai sanksi administratif dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal merupakan suatu hal yang baru, karena belum diatur sebelumnya dalam undang-undang penanaman modal asing maupun undang-undang penanaman modal dalam negeri pada jangka waktu yang lalu.
Berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, perlindungan hukum diberikan kepada investor asing dengan tanpa membedakan asal negara. Dalam penyelesaian sengketa penanaman modal berdasarkan ketentuan pasal 32 Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal menyebutkan :
(1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanaman modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat.
(2)  Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapar menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan penyelesaian sengketa melalui arbitrase todak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.
(4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.




[1] C.F.G. Sunaryati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal Asing di Indonesia, Bandung, PT. Bina Cipta, 1979, hlm 56
[2] Ibid, Hlm. 78
[3] Suparji, Penanam Modal Asing Di Indonesia, Jakarta, Universitas Al Azhar Indonesia, 2008, hal 211 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

silaturahmi

bagi kawan2 pengunjung blog ini, bisa menghubungi saya di 746839BA Hehehe, untuk menjalin silaturahmi antar umat manusia