pasang iklan
pasang iklan

Senin, 26 Mei 2014

SEJARAH HUKUM ADAT



Memang dalam memahami sesuatu pengetahuan kita harus menggalinya dengan komperhensif dan tidak parsial, dan dilihat dari berbagai sudut pandang, tidak terkecuali tenatang historisnya. Oleh karena itu sebelum kita membahas lebih mendalam lagi ada baiknya kita menkkaji hukum adat menurut historisnya.
Hukum adat itu sendiri memiliki sejarah yang sangat menarik dan dalam mengkajinya pun dapat  dibedakan menjadi beberapa periode antara lain :
1. ZAMAN HINDU
Terkenal juga dengan istilah Zaman Melayu Polinesia, terjadi pada Th.1500 SM – 300 SM. Pada masa ini terjadi perpindahan penduduk dari daratan Asia menuju Indonesia. Dimana perpindahan penduduk ini terbagi menjadi dua gelombang. Gelombang I dikenal dengan gelombang Proto Malaio (Melayu Tua). Pada masa ini perilaku budaya masyarakatnya masih sangat dipengaruhi kesaktian. Hingga saat ini, masalah Magis Religius masih kental berada di kalangan masyarakat Indonesia, seperti santet, pelet, ngepet dan sejenisnya. Gelombang II dikenal dengan gelombang Deutoro Malaio (Melayu Muda). Pada masa ini perilaku budaya masyarakatnya dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Kong Hu Cu.
2. ZAMAN SRIWIJAYA
Kerajaan Sriwijaya berpusat di Palembang, kerajaan ini hidup di Abad VII s.d. Abad XIII. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya diketahui dari Prasasti – prasasti, seperti:
1)    Prasasti Raja Sanjaya (732M) yang isinya menceritakan tentang Agama yang dianut masyarakat pada masa itu, kegiatan perekonomian pada masa itu, dan kegiatan pertambangan rakyat pada masa itu.
2)    Prasasti Raja Dewasimha (760M) yang isinya menceritakan tentang Agama dan Kekaryaan masyarakat kerajaan Sriwijaya pada masa itu.
3)    Prasasti Raja Tulodong (784M) yang isinya menceritakan tentang masalah-masalah pertanahan dan Pengairan.
4)    Prasasti Bulai dari Rakai Garung (860M) yang isinya menceritakan tentang Perkara Perdata.
 3. ZAMAN  MATARAM  I
Kerajaan Mataram dapat diketahui keberadaannya dari Prasasti Guntur (907 M) yang isinya tentang Peradilan oleh Hakim Pu Gawel mengenai keputusan tentang Hutang Keluarga. Putusannya dikenal dengan nama Javapatra. Lalu dari Prasasti Raja Mpu Sindok (927 M) yang menceritakan tentang Hutang Piutang dan Waris. Dan juga ada Prasasti Raja Dharmawangsa (991 M) yang isinya tentang Perintah Pembuatan Kitab Perundang-undangan Purwadigama (Syiwasyana) dan penerjemahan Mahabharata.
 4. ZAMAN  MAJAPAHIT
Selama kekuasaan Hayam Wuruk dan Gajah Mada dalam syair “Negara Kertagama” terlihat peraturan hukum tentang:
  1. Pemerintahan Umum seperti masalah Pertanahan, Pajak, Wajib Militer, Tentara dan Kepolisian.
  2. Kehakiman dan Peradilan.
Dikenal adanya Kutaramanawa (Kitab Undang-Undang)  dan Jaksa Penuntut Umum / Astapada dalam Perkara Pidana. Dimana Mahapatih Gajah Mada berperan sebagai Astapada.
  1. Politik Luar Negeri.
Pada masa kerajaan Majapahit, Indonesia saat itu telah memiliki negara-negara sahabat sepertu Siam, Birma, Campa, Kamboja, India & China. Wilayah Majapahit pada masa itu adalah Indonesia dan Malaysia yang sekarang.
 5. ZAMAN  ISLAM
  1. Zaman Kerajaan Aceh Darussalam
Pada akhir abad XII, Islam masuk ke Indonesia dari daerah Aceh (Kesultanan Perlak, Samudra Pasai, Aceh Darussalam). Sehingga hingga saat ini Aceh terkenal dengan istilah SERAMBI MEKAH, karena dari Aceh inilah ajaran agama Islam disalurkan dari Mekah ke Indonesia. Dari empat Mazhab yang dikenal dalam Islam (Mazhab Syafei, Hambali, Maliki dan Suni), Hukum yang berlaku adalah Hukum Islam berdasarkan ajaran Imam Syafei,  dan Hukum Adat yang berlaku adalah hukum adat yang bersendikan pada Hukum Islam.
Pada masa ini Kerajaan Aceh telah memiliki mata uang, angkatan darat yang diperkuat pasukan Gajah dan angkatan laut yang dilengkapi bedil & meriam. Ada juga tentara wanita. Dan untuk memperkuat angkatan perangnya, maka Kerajaan ini memiliki pabrik senjata sendiri.
Indonesia pada masa ini telah pula melakukan hubungan diplomatik dengan menerima dan melayani duta negara asing. Di bidang ekonomi ada industri kecil, kerajinan, pertambangan, bea-cukai. Pada masa ini Ilmu pengetahuan & agama Islam berkembang pesat. Pada masa ini pula Hak wanita & pria sama dalam rumah tangga, harta, perdagangan serta olah raga.



Dikenal pula adanya Kitab Hukum Acara Pidana atau Perdata yang dikenal dengan Kitab “Safinatul Hukkam fi Takhlisul Khassam” (artinya: Bahtera bagi semua hakim dalam menyelesaikan orang-orang yang berperkara). Terdiri dari:
BAB I = tentang Hukum Perdagangan & Penyelesaian Perkara Perniagaan.
BAB II = tentang Hukum Keluarga, Perkawinan & Perceraian.
BAB III = tentang Hukum Pidana, ancaman hukuman
BAB IV = tentang Kewarisan.
 2. Zaman Demak
Sekitar abad XV Demak masih dibawah kekuasaan Majapahit Menurut Babad Tanah Jawi (ditulis pd th.1625 & 1633), R. Patah, putra Raja Brawijaya, menundukkan Majapahit th.1478 & mendirikan Bintara Demak yang kerajaannya berpusat di Masjid Demak. Urusan pemerintahan & hukum berdasarkan Hukum Islam, namun dalam pelaksanaan peradilan masih dipengaruhi sistem yang berlaku di zaman Majapahit.
3. Zaman Mataram II
Pada masa ini Sultan yang berpengaruh adalah Mas Rangsang yang bergelar Panembahan Agung Senopati Ing Alogo Ngabdurahman (Sultan Agung). Sultan juga merubah tahun Cakra menjadi Tarikh Islam Jawa & Sistem Peradilan Serambi.
 4. Zaman Cirebon & Banten
Pada masa ini dikenal Sistem Peradilan yang lebih baik daripada kerajaan-kerajaan sebelumnya. Yaitu dengan adanya tiga peradilan dengan tugas dan tanggungjawab yang berbeda. Adapun ketiga peradilan tersebut adalah:
1)   Peradilan Agama
Tugas dan tanggungjawabnya adalah memeriksa perkara yang dapat dijatuhi hukuman badan / hukuman mati karena sifat kejahatannya membahayakan negara, mengurus perkara perkawinan, perceraian & pewarisan. Hukum yg digunakan adl Hukum Islam & pendapat para ahli agama.
2)   Peradilan Drigama
Tugas dan tanggungjawabnya mengadili perkara-perkara pelanggaran adat yang diadili berdasarkan hukum adat jawa kuno dengan memperhatikan hukum adat yang berlaku setempat.
3)   Peradilan Cilaga
Tugas dan tanggung jawabnya memeriksa & mengadili perkara-perkara yang menyangkut perselisihan perekonomian atau perdagangan. Menggunakan sistem wasit / penengah.

Masyarakat adat pada masa ini menuntut bahwa hakim harus memiliki sifat-sifat alam seperti:
  1. Sifat Chandra (bulan), sebagaimana layaknya bulan yang menerangi kegelapan, hakim pun dituntut untuk dapat memberikan pencerahan bagi mereka yang jiwanya tersesat, sehingga melakukan penyimpangan dengan melakukan tindakan kriminal.
  2. Sifat Tirta(air), sebagaimana layaknya air yang membersihkan, maka hakim pun dituntut untuk dapat membersihkan masyarakat dari sampah masyarakat.
  3. Sifat Cakra(dewa), masyarakat adat menganggap bahwa hakim merupakan wakil Tuhan atau Dewa, karena kekuasaan hakim yang dapat memberikan hukuman mati sekalipun.
  4. Sifat Sari (harum), masyarakat adat menganggap bahwa hakim harus menjaga perilakunya, janganlah kemudian ada Hakim Yang Mulia tetapi melakukan perbuatan yang tidak mulia, seperti mencuri, bermain wanita, berjudi.
5. Zaman Kolonial Belanda
Pada masa kolonial Hukum Adat dibiarkan seperti sediakala. Hukum yg dipakai dlm pelaksanaan peradilan kejahatan dipakai acuannya adalah Hukum Adat setempat, apabila di pandang baik. Dasar berlakunya Hukum Adat bagi gol. Pribumi & Timur Asing adalah Pasal 11 AB. Hukum Adat pernah hendak di unifikasi karena ada Asas Konkordansi, tetapi akhirnya yang terjadi tetap dualisme atau pluralisme hukum.
 6. Zaman Kemerdekaan
Keberadaan masyarakat adat dengan Hukum Adatnya diakui sebagai Hukum Indonesia Asli yang tidak tertulis yang disana-sini mengandung unsur agama. Kodifikasi & Unifikasi hukum dengan menggunakan bahan-bahan dari Hukum Adat dibatasi pada bidang-bidang dan hal-hal yang sudah mungkin dilaksanakan.
Peraturan adat istiadat kita ini pada hakikatnya sudah terdapat pada zaman kuno, zaman Pra-Hindhu. Lambat laun datanglah kultur Islam dan kultur Kristen yang masing-masing mempengaruhi kultur asli tersebut. Kini hukum Adat yang hidup pada rakyat adalah merupakan hasil akulturasi antara peraturan-peraturan adat-istiadat jaman pra-Hindu dengan peraturan-peraturan kultur Islam dan kultur Kristen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa di Indonesia berlaku pluralisme hukum. Teori-teori yang berkembang karena adanya pluralisme hukum tersebut adalah:
Teori Receptio in Complexu (van den Berg)
“Hukum suatu golongan masyarakat itu merupakan resepsi / penerimaan secara bulat dari agama yang dianut oleh golongan tersebut.”
Teori Receptio (oleh Snouck Hurgronye)
“Hukum agama belum merupakan hukum jika belum diterima oleh Hukum Adat.”
Teori Receptio A Contrario
Teori ini dikembangkan oleh penulis Islam, dikatakan bahwa “Hukum Adat hanya dapat berlaku dan dilaksanakan dalam pergaulan hidup masyarakat jika hukum adat itu tidak bertentangan dengan hukum Islam.”[1]



[1] http://hkm204.blog.esaunggul.ac.id/2012/10/19/sejarah-hukum-adat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

silaturahmi

bagi kawan2 pengunjung blog ini, bisa menghubungi saya di 746839BA Hehehe, untuk menjalin silaturahmi antar umat manusia