pasang iklan
pasang iklan

Kamis, 11 Desember 2014

TIPOLOGI KEJAHATAN KORUPSI DALAM PRESPEKTIF KRIMINOLOGI






BAB I
PENDAHULUAN
 
A.      Latar Belakang

Keprihatinan atas keseriusan masalah atas ancaman yang timbul akibat tindak pidana korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga-lembaga, dan nilai-nilai keadilan, etika serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan penegakan hukum, sungguh sangat besar dirasakan dewasa ini. kerihatinan ini bertambah koruspi yang melibatkan jumlah aset yang besar yang dapat merupakan sumber daya penting bagi sebuah negara dalam upaya memakmurkan rakyatnya.
Selain itu, meninkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan perekonomian perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang semakin luas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat, dan karena itu semua, maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan menjadi kejahatan yang luar biasa 


Dalam perkembanganya, korupsi menjadi musuh utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. upaya-upaya untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi semakin masif dilakukan. Upaya tersebut dilakukan oleh berbagai kalangan dan golongan, mulai dengan dibentuknya sebuah lembaga negara bantu yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi atau lazim disebut KPK dan sampai pada lingkungan civias kampus yang dilakukan oleh para mahasiswa dan dosen, serta Lembaga Swadaya Masyarakt atau LSM yang aktif dalam upaya pemberantasan korupsi tersebut.
Namun, dalam  rangka mewujudkan masyarakat yang terbebas dari tindak pidana korupsi dalam upaya mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu kajian yang sangat dalam menenai korupsi. Hal ini dikarenakan, hingga kini pemberantasan tindak pidana korupsi belum dilaksanakan secara optimal, intensif dan berkesinambungan. Maka lewat karya ilmiah ini, dalam upaya melakukan kajian yang mendorong upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, maka pentingkiranya untuk melakukan kajian korupsi dalam prespektif kriminologi, terutama dalam mengkaji Tipologi Kejahatan Korupsi Dalam Prespektif Kriminologi. Sehingga upaya-upaya pemberantasan korupsi dapat dilakukan secara menyeluruh, hingga ke akar rumput.

B.       Perumusan Masalah

1.      Bagaimana Tipologi Kejahatan Korupsi Dalam Prespektif Kriminologi ?
C.      Metode Penulisan
Tipe pendekatan permasalahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. penelitian yang dipakai adalah studi dokumen mengenai proses pengambilan kebijakan perundang-undangan mengenai tindak pidana korupsi dan . Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data Sekunder. Analisis data dilakukan secara kualitatif.
Hasil analisis data dituangkan dengan cara deskriptif yaitu mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikannya.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian dan Ruang Lingkup Kriminologi

Istilah mengenai kriminologi dikemukakan oleh P. Topinard (1830-1911) yang merupakan seorang antropologi Prancis. Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai kejahatan. Secara harafiah kriminologi berasal dari kata  crimen” yang berarti kejahatan, dan “logos” yang  berarti pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.[1]
Selain itu, beberapa sarjana juga memberikan definisi mengenai kriminologi, antara lain sebagai berikut :
1.      Bonger memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya;
2.      Sutherland merumuskan kriminologi sebagai keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan perbuatan jahat sebagai gejala sosial;
3.      Michael dan Adler berpendapat bahwa kriminologi adalah keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan sifat dari para penjahat, lingkungan merekan dan cara mereka secara resmi diperlakukan oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh anggota masyarakat;
4.      Wood berpendirian bahwa kriminologi meliputi keseluruhan pengetahuan yang diperoleh berdasarkan teori dan pengalaman, yang bertalian dengan perbuatan jahat dan penjahat, termasuk didalamnya reaksi dari masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat;
5.      Paul Mudigdo Mulyono memberikan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia;
6.      Noach merumuskan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan tentang perbuatan jahat dan perilaku tercela yang menyangkut orang-orang yang terlibat dalam perilaku jahat dan perbuatan tercela.[2]

Berbicara tentang ruang lingkup kriminologi berarti juga berbicara mengenai objek studi dalam kriminologi. Bonger membagi kriminologi menjadi dua bagian, yaitu[3] :
1.      Kriminologi murni, yang terdiri dari :
·         Antropologi kriminil, yaitu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tentang orang jahat dan tanda-tanda tubuhnya;
·         Sosiologi kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai gejala masyarakat dan sampai dimana letak sebab-sebab kejahatan dalam masyarakat;
·         Psikologi kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya;
·         Psikopatologi dan neuropatologi kriminil, yaitu ilmu pengetahuan tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf;
·         Peneologi, yaitu ilmu pengetahuan tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.
2.      Kriminologi terapan, yang terdiri atas :
·      Higiene Kriminil, yaitu usaha yang  bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan;
·      Politik kriminil, yaitu usaha penanggulangan kejahatan dimana kejahatan telah terjadi;
·      Kriminalistik, yaitu ilmu pengetahuan tentang pelaksanaan penyidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.


Sedangkan menurut Shuterland[4] kriminologi terdiri dari tiga bagian utama, yaitu :
1.      Etiologi kriminal, yaitu usaha secara ilmiah untuk mencari sebab-sebab kejahatan;
2.      Penologi, yaitu pengetahuan yang mempelajari tentang sejarah lahirnya hukuman, perkembangan serta arti faedahnya
3.      Sosiologi hukum (pidana), yaitu analisis ilmiah terhadap kondisi-kondisi yang mempengaruhi perkembangan hukum pidana.

Dari berbagai uraian diatas maka, dapat diambil kesimpulan, bahwa kriminologi mencakup tiga aspek, yaitu penjahat, kejahatan dan reaksi masyarakat terhadap penjahat dan kejahatan.
Mengenai kejahatan sendiri, tidak ada pengertian khusus yang menerangkan apa itu kejahatan, baik itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau undang-undang yang lainya. Sehingga para sarjana memberikan batasn tentang kejahatan yang digolongkan kedalam tiga aspek, yakni :
1.      Aspek yuridis
Kejahatan dari aspek yuridis merupakan jenis-jenis kejahatan yang sudah definitif, maksudnya telah ditentukan dalam undang-undang bahwa perbuatan tertentu dianggap sebagai kejahatan. Menurut Muljaatno, kejahatan adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana,barang siapa yang melanggar larangan tersebut diancam dengan pidana.[5]
2.      Aspek sosiologis
Kejahatan dari aspek sosiologis bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia sebagai mahluk yang bermasyarakat perlu dijaga dari setiap perbuatan-perbuatan masyarakat yang menyimpang dari nilai-nilai kehidupan yang dijunjung oleh masyarakat.[6]
3.      Aspek psikologis
Kejahatan dari aspek psikologis merupakan manifestasi kejiwaan yang terungkap pada tingkah laku manusia yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tersebut merupakan kelakuan yang menyimpang (abnormal) yang sangat erat kaitanya dengan kejiwaan individu.[7]

Kedua adalah pelaku, dimana pelaku merupakan orang yang melakukan kejahatan, sering juga disebut sebagai penjahat. Studi terhadap pelaku bertujuan untuk mencari sebab-sebab orang melakukan kejahatan. Secara tradisional orang mencari sebab-sebab kejahatan dari aspek biologis, psikhis dan sosial ekonomi. Biasanya studi ini dilakukan terhadap orang-orang yang dipenjara atau berkas terpidana. Kemudian oleh perkembanganya studi terhadap pelaku ini diperluas dengan studi terhadap korban, karena menurut Hans von Henting dan B. Mandelson bahwa dalam kejahatan-kejahatan tertentu korban mempunyai peranan sangat penting dalam terjadinya kejahatan.
Terakhir adalah reaksi masyarakat terhadap kejahatan dan penjahat atau pelaku kejahatan. Studi mengenai reaksi ini bertujuan untuk mempelajari pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap perbuatan-perbuatan atau gejal-gejala yang timbul dimasyarakat yang dipandang merugikan atau membahayakan masyarakt luas. Sedangkan studi mengenai reaksi terhadap pelaku bertujuan untuk mempelajari pandangan-pandangan dan tindakan-tindakan masyarakat terhadap pelaku kejahatan.[8]
 

B.       Pengertian  Tindak Pidana Korupsi

Korupsi berasal dari perkataan latin “Corruptio” yang berarti kerusakan. Disamping itu, korupsi juga dignakan untuk menunjuk keadaan atau perbuatan yang rusak. Adapun pengertian korupsi menurut beberapa ahli antara lain [9]:
1.        Menurut Prof. Sudharto disamping perkataan korupsi digunakan untuk  menunjuk keadaan atau perbuatan busuk, korupsi juga banyak disangkut pautkan kepada ketidak jujuran seseorang di dalam bidang keuangan;
2.        Menurut A.I.N Kramer ST. Menerjemahkannya sebagai busuk, rusak, atau dapat disuapi. Oleh karena itu, tindak pidana korupsi berarti suatu delik akibat perbuatan busuk, jahat, rusak, atau suap;
3.        Menurut Gurnal Myrdal adalah “to include not only all form of improrer or selfish exercise of power and influence attached to a pub;ic office or the special position one occupies in the public life but also the activity of the bribers” (korupsi tersebut meliputi kejadian-kejadian tidak patut yang berkaitan dengan kekuasaan, aktifitas-aktifitas pemerintahan, atau usaha-usaha tertentu untuk memperoleh kedudukan secara tidak patut, serta kegiatan lainya seperti penyogokan ) kemudian dalam arti luas menurut Gurnal Myrdal korupsi meliputi kolusi dan nepotisme;
4.        Menurut Herbert Edelherz istilah korupsi menggunakan istilah “white collar crime : an illegal act or service committed by non phisycal means and by concealment or guile, to obtain or property, to avoid the payment or loss of money or property  to obtain busness or personal advantage” (kejahatan kerah putih : suatu perbuatan atau serentetan perbuatan yang bersifat ilegal, dilakukan secara  fisik tetapi dengan akal bulus/terselubung untuk mendapatkan uang atau kekayaan serta menghindari pembayaran/pengeluaran uang atau kekayaan untuk mendapatkan bisnis /keuntungan pribadi).

C.      Tipologi Kejahatan Korupsi Dalam Prespektif Kriminologi

Dalam kajian kriminologi, seperti disinggung di awal pembahasan, dimana kriminoloi mempelajari mengenai kejahatan, pelaku kejahatan , korban kejahatan, serta tanggapan masyarakat atas kejahatan dan pelaku kejahatan. Dalam hal ini pembahasan akan lebih ditekankan  pada bagaimana jenis-jenis kejahatan tindak pidana korupsi dalam prespektif kriminologi.
Tindak Pidana korupsi menurut Fockema Andreas, dalam tindak pidana korupsi terdiri dari dua kelas; Pertama, yang tidak tersentuh  (untouchtable). Yakni pelaku-pelaku kejahatan yang realitasnya benar-benar berada diatas hukum (above  the law), seperti hitler dan sebagainya ketika mereka berkuasa. Kedua, yang tak terjangkau  (unreachable) termasuk dalam  kategori ini adalah  para pelaku kejahatan yang berkuasaan formal maupun informal yang cukup tinggi dan sangat sulit dijangkau tangan hukum, (except with great diffculty and in exceptional circumstabces) kecuali dengan kesulitan yang besar dan dalam kondisi-kondisi khusus.[10] Namun, dalam realitas kehidupan masyarakat Indonesia dewasa ini, maka yang lebih dalam dibahas adalah tipe yang kedua.
Sedangkan menurut undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu korupsi aktif dan korupsi pasif. Adapun yang dimaksud korupsi aktif antara lain :
1.      Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara;
2.       Dengan tujuan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau seana karena jabatan atau kedudukanya;
3.      Memberi hadiah atau janji dengan mengingat kekuasaan atau wewenang  pada jabatan dan kedudukanya;
4.      Percobaan, pembantuan ataupermufakatan jahat;
5.      Memberi atau menjanjikan sesuatu dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat;
6.      Memberi sesuatu yang bertentangan dengan keajaibanya
7.      Memberi janji;
8.      Sengaja membiarkat perbuatan curang;
9.      Sengaja menggelapkan uang atau surat berharga.
Sedangkan korupsi secara pasif adalah :
1.      Menerima pemberian atau janji  karena berbuat atau tidak berbuat;
2.      Menerima penyerahan atau keperluan dengan membiarkan perbuatan curang;
3.      Menerima pemberian hadiah atau janji;
4.      Adanya hadiah atau janji diberikan untuk menggerakan agar melakukan sesuatu;
5.      Menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatanya;
Selain itu, dalam praktiknya jenis korupsi itu sendiri dapat dikelompokan kedalam 2 bentuk, yaitu : Pertama, Administrative Corruption, dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai dengan hukum/peraturan yang berlaku, akan tetapi individu-individu itu tertentu memperkaya diri sendiri; Kedua, Against The Rule Corruption, artinya korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya bertentangan dengan hukum.[11]

  
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan

Dalam tindak pidana korupsi ada beberpa tipologi diantaranya adalah seperti yang diungkapkan oleh Fockema Andreas, dalam tindak pidana korupsi terdiri dari dua kelas; Pertama, yang tidak tersentuh  (untouchtable). Yakni pelaku-pelaku kejahatan yang realitasnya benar-benar berada diatas hukum (above  the law), seperti hitler dan sebagainya ketika mereka berkuasa. Kedua, yang tak terjangkau  (unreachable) termasuk dalam  kategori ini adalah  para pelaku kejahatan yang berkuasaan formal maupun informal yang cukup tinggi dan sangat sulit dijangkau tangan hukum, (except with great diffculty and in exceptional circumstabces) kecuali dengan kesulitan yang besar dan dalam kondisi-kondisi khusus.
 Serta adanya korupsi secara aktif dan pasif seperti yang tertuang dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan, dalam praktiknya jenis korupsi itu sendiri dapat dikelompokan kedalam 2 bentuk, yaitu : Pertama, Administrative Corruption, dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai dengan hukum/peraturan yang berlaku, akan tetapi individu-individu itu tertentu memperkaya diri sendiri; Kedua, Against The Rule Corruption, artinya korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya bertentangan dengan hukum.





DAFTAR PUSTAKA


Arrasjid, Chainur, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminil, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan 1999

Ridwan, M dan Ediwarman, Azas-Azas Kriminologi, USU Press, Medan, 1994

Santosa, Topo dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, Rajawali Press, Jakarta, 2001

Angkasa, Bahan Ajar Mata Kuliah Kriminologi,
M.Satria, makalah Tindak Pidana korupsi Dalam Prespektif Normatif

S. Wojowasito-WJS Poerwodarminto, Kamus Lengkap Bahasa Inggris Indonesia, Indonesia Inggris, Hasta, Bandung.



[1] Lihat Bahan Ajar Mata Kuliah Kriminologi, Dr. Angkasa S.H., M.Hum, dalam perkuliahan kriminologi di Fakultas Hukum Unsoed.
[2] Topo Santosa dan Eva Achjani Zulfa, 2001, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm 9-12
[3] Ibid, hlm 9-10
[4] H.M Ridwan dan Ediwarman, 1994, Azas-Azas Kriminologi, USU Press, Medan, hlm 79.
[5] Cainur Arrasjid, 1999, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminal, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan hlm. 28

[6] Ibid, Cainur Arrasjid hlm. 26
[7] Ibid, Cainur Arrasjid hlm, 31-32
[8] H. M Ridwan dan Ediwarman, Op. Cit hlm 81
[9] Ruby Hadiarti Johny, Hukum Pidana Khusus Tindak Pidana Korupsi, 2014 hlm, 1-2
[10] M.Satria, makalah Tindak Pidana korupsi Dalam Prespektif Normatif,  hlm 6,
[11] Ibid, hlm. 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri Populer

silaturahmi

bagi kawan2 pengunjung blog ini, bisa menghubungi saya di 746839BA Hehehe, untuk menjalin silaturahmi antar umat manusia